Indonesia berbagi pengalaman kelola risiko bencana kepada Yordania
22 Juni 2022 07:31 WIB
Kunjungan Pusat Pengelolaan Keamanan dan Krisis Nasional Yordania ke Kantor BMKG Jakarta, Senin (20/6/2022). ANTARA/HO-BMKG.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia berbagi pengalaman dalam pengelolaan risiko bencana dan sistem peringatan dini kepada delegasi Pemerintah Yordania yang melakukan kunjungan pada 20-24 Juni 2022.
Keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, menyebutkan dalam kunjungan lima hari itu, delegasi dari Yordania mengunjungi kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta.
Selain berbagi pengalaman, kunjungan delegasi Yordania juga untuk menjajaki kolaborasi dalam pengelolaan risiko bencana kekeringan.
Misi delegasi ini juga meliputi kunjungan lapangan ke Kupang, Nusa Tenggara, yang kerap mengalami kekeringan dan dihantam siklon tropis Seroja pada bulan April 2021.
Baca juga: BMKG dorong percepatan perwujudan Tsunami Ready Community
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan menyambut baik kedatangan delegasi dari Yordania untuk belajar tentang upaya Indonesia guna meningkatkan sistem peringatan dini.
“BMKG memiliki peran penting dalam pemantauan iklim dan penyediaan informasi tentang kejadian iklim ekstrem. Kami bertugas untuk menganalisis dan menyebarkan informasi iklim serta mengeluarkan sistem peringatan dini kepada institusi terkait. Informasi cuaca dan iklim digunakan sebagai dasar peringatan dini, sehingga dampak bencana terhadap kehidupan dan sumber penghidupan kita dapat dikurangi,” ujar Dodo.
Dodo juga mengatakan terkait kekeringan, pihaknya memantau pola hari tanpa hujan serta intensitas curah hujan di area-area yang rentan kekeringan serta mengeluarkan sistem peringatan dini kekeringan agar pemerintah daerah lebih siap dalam mengantisipasi dan merespon kejadian bencana.
Selain itu, Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Udrekh mengatakan di wilayah cincin api Pasifik -pertemuan tiga lempeng tektonik dunia- membuat Indonesia rentan terhadap bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Kejadian bencana terkait perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, dan kenaikan muka air laut juga tercatat meningkat di Indonesia.
“Salah satu kunci penting dalam upaya pengurangan risiko bencana adalah dengan melakukan kajian risiko bencana. Indonesia saat ini telah memiliki inaRISK, yakni portal penilaian risiko yang menyediakan informasi tentang potensi bahaya, populasi terdampak, kehilangan dan kerusakan serta untuk memantau indeks pengurangan risiko,” ujar Udrekh.
Sehingga informasi yang dihasilkan dapat mendukung pemerintah tingkat nasional dan daerah serta pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun dan mengkoordinasikan upaya pengurangan risiko bencana yang lebih efektif, kata dia.
Baca juga: DPR tegaskan dukungan untuk memperkuat BNPB
Delegasi Yordania yang hadir berasal dari Pusat Pengelolaan Keamanan dan Krisis Nasional (National Center for Security and Crisis Management/NCSCM).
Kepala Perencanaan dan Penilaian Risiko NCSCM Ayman Shiply menilai kunjungan tim mereka ke Indonesia sebagai pengalaman yang berharga.
“NCSCM bangga untuk bisa bertemu dengan perwakilan Pemerintah Indonesia yang telah berpengalaman dalam melakukan analisis risiko dan memiliki kebijakan pengelolaan risiko bencana. Dengan kunjungan ini kami mendapatkan pengetahuan tambahan dan dapat mempromosikan transfer teknologi,” katanya.
Kunjungan ini adalah bagian dari South-South and Triangular Cooperation yang difasilitasi oleh United Nations World Food Programme (UN WFP) di Indonesia dan Yordania, melalui kemitraan dengan Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Yordania.
Sebagai bagian dari dukungan teknis WFP untuk Pemerintah Indonesia, WFP mengembangkan PRISM (Platform for Real-Time Impact and Situation Monitoring) yang menyediakan data dan analisis guna membantu pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam aksi antisipasi dan tanggap bencana.
Perwakilan WFP untuk Indonesia Christa Raeder mengapresiasi komitmen kedua negara untuk meningkatkan kapasitasnya guna mengurangi risiko dan dampak bencana dan perubahan iklim.
“South-South and Triangular Cooperation adalah wadah yang strategis bagi pemerintah kedua negara untuk belajar dari satu sama lain, terutama terkait upaya meningkatkan kesiapsiagaan bencana dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan penguatan sistem peringatan dini sebagai langkah penting untuk melindungi masyarakat, terutama kelompok yang paling rentan,” ujarnya.
Baca juga: USAID APK bantu masyarakat Jatim kelola risiko bencana dan iklim
Baca juga: BNPB usulkan tambahan Rp1 triliun untuk TA 2023
Keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, menyebutkan dalam kunjungan lima hari itu, delegasi dari Yordania mengunjungi kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta.
Selain berbagi pengalaman, kunjungan delegasi Yordania juga untuk menjajaki kolaborasi dalam pengelolaan risiko bencana kekeringan.
Misi delegasi ini juga meliputi kunjungan lapangan ke Kupang, Nusa Tenggara, yang kerap mengalami kekeringan dan dihantam siklon tropis Seroja pada bulan April 2021.
Baca juga: BMKG dorong percepatan perwujudan Tsunami Ready Community
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan menyambut baik kedatangan delegasi dari Yordania untuk belajar tentang upaya Indonesia guna meningkatkan sistem peringatan dini.
“BMKG memiliki peran penting dalam pemantauan iklim dan penyediaan informasi tentang kejadian iklim ekstrem. Kami bertugas untuk menganalisis dan menyebarkan informasi iklim serta mengeluarkan sistem peringatan dini kepada institusi terkait. Informasi cuaca dan iklim digunakan sebagai dasar peringatan dini, sehingga dampak bencana terhadap kehidupan dan sumber penghidupan kita dapat dikurangi,” ujar Dodo.
Dodo juga mengatakan terkait kekeringan, pihaknya memantau pola hari tanpa hujan serta intensitas curah hujan di area-area yang rentan kekeringan serta mengeluarkan sistem peringatan dini kekeringan agar pemerintah daerah lebih siap dalam mengantisipasi dan merespon kejadian bencana.
Selain itu, Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Udrekh mengatakan di wilayah cincin api Pasifik -pertemuan tiga lempeng tektonik dunia- membuat Indonesia rentan terhadap bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Kejadian bencana terkait perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, dan kenaikan muka air laut juga tercatat meningkat di Indonesia.
“Salah satu kunci penting dalam upaya pengurangan risiko bencana adalah dengan melakukan kajian risiko bencana. Indonesia saat ini telah memiliki inaRISK, yakni portal penilaian risiko yang menyediakan informasi tentang potensi bahaya, populasi terdampak, kehilangan dan kerusakan serta untuk memantau indeks pengurangan risiko,” ujar Udrekh.
Sehingga informasi yang dihasilkan dapat mendukung pemerintah tingkat nasional dan daerah serta pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun dan mengkoordinasikan upaya pengurangan risiko bencana yang lebih efektif, kata dia.
Baca juga: DPR tegaskan dukungan untuk memperkuat BNPB
Delegasi Yordania yang hadir berasal dari Pusat Pengelolaan Keamanan dan Krisis Nasional (National Center for Security and Crisis Management/NCSCM).
Kepala Perencanaan dan Penilaian Risiko NCSCM Ayman Shiply menilai kunjungan tim mereka ke Indonesia sebagai pengalaman yang berharga.
“NCSCM bangga untuk bisa bertemu dengan perwakilan Pemerintah Indonesia yang telah berpengalaman dalam melakukan analisis risiko dan memiliki kebijakan pengelolaan risiko bencana. Dengan kunjungan ini kami mendapatkan pengetahuan tambahan dan dapat mempromosikan transfer teknologi,” katanya.
Kunjungan ini adalah bagian dari South-South and Triangular Cooperation yang difasilitasi oleh United Nations World Food Programme (UN WFP) di Indonesia dan Yordania, melalui kemitraan dengan Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Yordania.
Sebagai bagian dari dukungan teknis WFP untuk Pemerintah Indonesia, WFP mengembangkan PRISM (Platform for Real-Time Impact and Situation Monitoring) yang menyediakan data dan analisis guna membantu pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam aksi antisipasi dan tanggap bencana.
Perwakilan WFP untuk Indonesia Christa Raeder mengapresiasi komitmen kedua negara untuk meningkatkan kapasitasnya guna mengurangi risiko dan dampak bencana dan perubahan iklim.
“South-South and Triangular Cooperation adalah wadah yang strategis bagi pemerintah kedua negara untuk belajar dari satu sama lain, terutama terkait upaya meningkatkan kesiapsiagaan bencana dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan penguatan sistem peringatan dini sebagai langkah penting untuk melindungi masyarakat, terutama kelompok yang paling rentan,” ujarnya.
Baca juga: USAID APK bantu masyarakat Jatim kelola risiko bencana dan iklim
Baca juga: BNPB usulkan tambahan Rp1 triliun untuk TA 2023
Pewarta: Arief Mujayatno
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: