Mantan calon Wali Kota Palembang jadi tersangka pencucian uang
Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol. Toni Harmanto (ketiga kiri) bersama Kepala Kanwil DJP Sumsel Babel Romadhaniah (kedua kiri), Kepala Kanwil BPN Sumatera Selatan Kalvyn Andar Sembiring (ketiga kanan), Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Agus Darwa (kiri), Dirreskrimsus Polda Sumsel Kombes Pol Barly Ramadhany (kedua kanan), dan Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Supriadi (kanan) menunjukkan barang bukti dokumen kepada wartawan saat rilis kasus tindak pidana perkebunan dan pencucian uang di Polda Sumatera Selatan, Palembang, Selasa (21/6/2022). ANTARA FOTO/ Nova Wahyudi
Penetapan status tersangka itu setelah penyidik Ditreskrimsus Polda Sumsel mendapatkan cukup alat bukti dan didukung keterangan saksi dan ahli, kata Kepala Polda Sumsel Irjen Pol. Toni Harmanto dalam ungkap kasus di Gedung Presisi Polda Sumsel, Palembang, Selasa.
Toni menjelaskan berdasarkan penyidikan itu, tersangka Mularis selaku Direktur PT Campang Tiga (2003-2016) diduga kuat sudah menduduki atau menguasai lahan perkebunan milik PT Laju Perdana Indah (LPI) secara tidak sah, dengan cara melakukan pengolahan lahan, penanaman, dan panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.
Lahan perkebunan kelapa sawit itu berlokasi di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, dengan total luas 5.400 hektare. Dari jumlah lahan tersebut seluas 4.300 hektare ialah milik PT LPI.
"Perusahaan PT LPI itu pada tahun 1995--2002 sudah melakukan pembebasan lahan sehingga pada tahun 2002 terbitlah HGU lahan seluas 4.300 hektare itu milik PT LPI," kata dia.
Dari hasil penyidikan polisi atas barang bukti dan keterangan saksi, diketahui PT Campang Tiga milik tersangka itu, hanya memiliki surat HGU sekitar 1.200 haktare dari luas lahan tersebut.
"Saat ini lahan seluas 4.300 hektar itu sudah disita termasuk barang bukti yang lainnya," imbuhnya.
Baca juga: KPK panggil 10 saksi terkait dugaan pencucian uang Budhi Sarwono
Sementara itu, Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel Kombes Pol. Barly Ramadhany mengatakan pada kasus tersebut ada sebanyak 23 saksi termasuk di antaranya ahli pada bidang perkebunan, korporasi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dimintai keterangan oleh penyidik.
Dari pemeriksaan tersebut diketahui bahwa tersangka juga diduga telah menjual hasil pengolahan TBS menjadi minyak CPO dan melakukan transaksi keuangan berupa penempatan, transfer dana dari pemanfaatan lahan secara tidak sah itu pada penyedia jasa keuangan.
Selanjutnya, kata dia, tersangka membayar pembelian barang dan melakukan pembayaran utang dengan maksud menyembunyikan dan menyamarkan hasil kejahatannya.
"Penjualan CPO itu berlangsung selama tahun 2014--2021. Dari hasil analisis ahli menghasilkan senilai Rp700 miliar yang patut diduga TTPU, dari situ kami menetapkan bahwa inisial atas nama M ini sebagai tersangka dan dilakukan penahanan pada Senin (20/6)," ujarnya.
Atas perbuatan itu tersangka disangkakan melanggar Pasal 107 huruf a Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Baca juga: Kemenkeu-Kejagung sinergi tegakkan hukum TPPU perpajakan dan bea cukai
Baca juga: Dua mantan pemeriksa pajak dijatuhi vonis 9 dan 8 tahun penjara
Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022