Lahan rawa strategis penyeimbang lumbung pangan baru
29 Januari 2012 00:05 WIB
Ilustrasi, Petani kampung Babakansarisuka mengumpulkan hasil panen padi di kawasan persawahan Desa Kopo, Soreang, Kab. Bandung, Jabar, Jumat (2/12).(FOTO ANTARA/Fahrul Jayadiputra)
Banjarbaru (ANTARA News) - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Haryono mengatakan, peranan lahan rawa sangat strategis dan penting sebagai penyeimbang lumbung pangan baru.
Ia mengatakan hal itu pada acara Padu Padan Penelitian - Penyuluhan Pertanian Lahan Rawa yang dilaksanakan di Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jalan Kebun Karet Banjarbaru Kalimantan Selatan, Sabtu.
"Peranan lahan rawa sebagai penyeimbang lumbung pangan baru baik ditinjau dari potensi luas lahan maupun produktivitasnya," ujar Haryono di depan Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan yang menghadiri acara itu.
Menurut dia, potensi lahan rawa sangat besar mencapai 33,4 juta hektar yang tersebar pada 16 provinsi dan seluas 9,53 juta hektar potensial dikembangkan sebagai lahan pertanian.
Disebutkan, saat ini luasan lahan yang baru dimanfaatkan sekitar 5,4 juta hektar sehingga masih tersedia luasan 4,13 juta hektar yang masih berpotensi dimanfaatkan untuk mencapai target penambahan produksi padi.
"Ketersediaan lahan rawa itu bisa mendukung pencapaian target pertambahan produksi pada nasional sebesar 7,2 persen pada 2012 dan surplus 10 juta ton beras pada 2014," ungkapnya.
Ia mengatakan, lahan rawa dapat mengimbangi produksi beras terutama saat sebagian wilayah Indonesia mengalami defisit beras yakni bulan September hingga Desember karena pertanian rawa bisa panen Juli - Agustus.
"Optimalisasi sumberdaya lahan melalui indeks pertanaman dan pemanfaatan lahan rawa terlantar (bokor) juga mampu menambah produksi sebesar 4,33 juta ton GKG per tahun," ujarnya.
Dikatakan, tantangan dalam pengembangan lahan rawa adalah munculnya perspektif baru untuk membangun "rice estate" di lahan rawa karena adanya keberagaman jenis tanah, kualitas air, hidrotopologi dan tipologi lahan.
Oleh karenanya, kata dia, pengembangan rawa secara luas memerlukan pendekatan spesifik yang komprehensif diantaranya pendekatan zoning berbasis satuan hidrologi dan bentang lahan.
Ia mengatakan lebih lanjut, hasil penelitian Badan Litbang Pertanian menunjukan bahwa produktivitas lahan rawa dapat ditingkatkan melalui pendekatan varietas, pengelolaan hara dan air serta penataan lahan.
Varietas yang berhasil dikembangkan adalah varietas unggul baru spesifik lahan rawa seperti Inpara 3, 5, dan 7 yang mampu memberikan hasil padi sebesar 5 sampai 7 ton gabah kering giling per hektar.
"Sejak beberapa tahun terakhir, berbagai produk juga telah dihasilkan untuk pembenah tanah rawa seperti Biotara, Biosure, Organowa dan Pugam," katanya. (ANT)
Ia mengatakan hal itu pada acara Padu Padan Penelitian - Penyuluhan Pertanian Lahan Rawa yang dilaksanakan di Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jalan Kebun Karet Banjarbaru Kalimantan Selatan, Sabtu.
"Peranan lahan rawa sebagai penyeimbang lumbung pangan baru baik ditinjau dari potensi luas lahan maupun produktivitasnya," ujar Haryono di depan Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan yang menghadiri acara itu.
Menurut dia, potensi lahan rawa sangat besar mencapai 33,4 juta hektar yang tersebar pada 16 provinsi dan seluas 9,53 juta hektar potensial dikembangkan sebagai lahan pertanian.
Disebutkan, saat ini luasan lahan yang baru dimanfaatkan sekitar 5,4 juta hektar sehingga masih tersedia luasan 4,13 juta hektar yang masih berpotensi dimanfaatkan untuk mencapai target penambahan produksi padi.
"Ketersediaan lahan rawa itu bisa mendukung pencapaian target pertambahan produksi pada nasional sebesar 7,2 persen pada 2012 dan surplus 10 juta ton beras pada 2014," ungkapnya.
Ia mengatakan, lahan rawa dapat mengimbangi produksi beras terutama saat sebagian wilayah Indonesia mengalami defisit beras yakni bulan September hingga Desember karena pertanian rawa bisa panen Juli - Agustus.
"Optimalisasi sumberdaya lahan melalui indeks pertanaman dan pemanfaatan lahan rawa terlantar (bokor) juga mampu menambah produksi sebesar 4,33 juta ton GKG per tahun," ujarnya.
Dikatakan, tantangan dalam pengembangan lahan rawa adalah munculnya perspektif baru untuk membangun "rice estate" di lahan rawa karena adanya keberagaman jenis tanah, kualitas air, hidrotopologi dan tipologi lahan.
Oleh karenanya, kata dia, pengembangan rawa secara luas memerlukan pendekatan spesifik yang komprehensif diantaranya pendekatan zoning berbasis satuan hidrologi dan bentang lahan.
Ia mengatakan lebih lanjut, hasil penelitian Badan Litbang Pertanian menunjukan bahwa produktivitas lahan rawa dapat ditingkatkan melalui pendekatan varietas, pengelolaan hara dan air serta penataan lahan.
Varietas yang berhasil dikembangkan adalah varietas unggul baru spesifik lahan rawa seperti Inpara 3, 5, dan 7 yang mampu memberikan hasil padi sebesar 5 sampai 7 ton gabah kering giling per hektar.
"Sejak beberapa tahun terakhir, berbagai produk juga telah dihasilkan untuk pembenah tanah rawa seperti Biotara, Biosure, Organowa dan Pugam," katanya. (ANT)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012
Tags: