Lubukbasung, Sumbar (ANTARA News) - Pakar Perikanan dari Universitas Bung Hatta (UBH), Prof Dr Ir Hafrijal Syandri, MS, menyatakan ikan gurami dan patin tahan terhadap ancaman "blooming fitoplankton".

"Hasil penelitian yang dilakukan di Danau Maninjau saat "blooming fitoplankton" terjadi, kedua ikan tersebut terbukti mampu bertahan hidup," katanya di Lubukbasung, Kamis.

Dalam siklusnya, "blooming fitoplankton" terjadi pada Oktober sampai Januari yang disertai angin kencang dan curah hujan yang tinggi.

Sehingga, pada permukaan air oksigen berkurang, karena terjadi proses pengadukan sisa pakan yang mengendap di dasar perairan yang mengakibatkan semua ikan yang ada di keramba akan mengalami pusing dan menjadi mati.

"Data tahun 2005 yang kita miliki, sekitar 15 persen sisa pakan mengendap di dasar perairan," katanya.

Untuk itu, petani keramba jaring apung harus membudidayakan dua jenis ikan ini agar tidak mengalami kerugian besar.

"Sesuai data yang kita peroleh, saat terjadi blooming fitoplankton dan mengakibatkan ikan banyak yang mati sehingga petani mengalami kerugian cukup besar sekitar ratusan juta sampai miliaran rupiah," tambahnya.

Ia meminta Pemkab Agam melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Agam harus menyosialisasikan ini agar masyarakat bisa membudidayakan ikan gurami dan patin.

"Dari sisi pemasaran, kedua ikan ini cukup diminati, baik itu pasar domestik maupun pasar luar provinsi," kata Rektor Universitas Bung Hatta ini.

Selain itu, tata ruang keramba jaring apung harus diatur dengan ketentuan yang dimiliki, seperti jarak antar tepi pantai 100 meter dengan kedalaman 10 meter dan jarak antara petak 10 meter.

Di tempat terpisah, Sekretaris Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Agam, Ermanto, mengatakan, pihaknya berupaya untuk menyosialisasikan ini agar petani tidak mengalami kerugian begitu banyak.

"Kita telah mencoba mengimbau petani agar membuat keramba jaring apung yang ramah lingkungan dengan dua jaring dengan tujuan agar sisa pakan ini tidak terbuang ke dasar perairan," katanya.