Penyesuaian tarif listrik rumah mewah dipengaruhi harga minyak
17 Juni 2022 16:11 WIB
Tangkapan layar - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertajuk "Kebijakan Tarif Listrik Berkeadilan" di Jakarta, Jumat (17/6/2022). ANTARA/HO-Kominfo.
Jakarta (ANTARA) - Penyesuaian tarif listrik bagi golongan rumah tangga mewah berdaya 3.500 VA ke atas dan pemerintah mulai 1 Juli 2022 dipengaruhi faktor yang bersifat tidak dapat dikendalikan yakni kurs, inflasi, harga minyak mentah (ICP), dan harga batu bara.
"ICP dan inflasi mempengaruhi tarif adjustment diberlakukan mulai triwulan ketiga tahun 2022," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertajuk "Kebijakan Tarif Listrik Berkeadilan" di Jakarta, Jumat.
Pemerintah berencana menyesuaikan tarif listrik khusus untuk golongan rumah tangga mewah berdaya 3.500 VA ke atas (R2 dan R3) dan pemerintah (P1, P2, dan P3) mulai 1 Juli 2022.
Rida menjelaskan bahwa pemerintah selalu meninjau perkembangan kurs, inflasi, ICP, dan harga batu bara setiap tiga bulan yang menjadi dasar kebijakan penyesuaian tarif listrik tersebut.
Pada triwulan ketiga 2022, pemerintah melihat ada kecenderungan harga minyak naik signifikan akibat masih dipengaruhi krisis global dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina.
"Asumsi ICP awal kami 63 dolar AS per barel, tapi belakangan untuk kepentingan perhitungan tarif adjustment pada triwulan ketiga sudah sampai ke 104 dolar AS per barel," kata Rida.
Dengan demikian, lanjutnya, harga minyak mentah naik 65 persen dari asumsi awal pemerintah yang hanya 63 dolar AS per barel.
Apabila mengacu outlook biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik PLN pada tahun ini, pembelian bahan bakar minyak mencapai Rp22,67 triliun atau 17,79 persen dari total pembelian bahan bakar yang Rp127,45 triliun.
"ICP yang sangat dominan mempengaruhi BPP dan mendorong kami untuk menyesuaikan tarif," jelas Rida.
Rida juga menjelaskan faktor inflasi juga menjadi penyebab kebijakan menaikkan tarif listrik tersebut. Pemerintah memilih penyesuaian tarif listrik pada golongan pelanggan rumah tangga nonsubsidi dan pemerintah agar tidak berdampak signifikan terhadap inflasi.
Menurut dia, asumsi awal inflasi berada pada angka 0,25 persen, namun hingga April 2022 perkembangan inflasi telah menembus angka 0,95 persen.
"Kami sangat selektif hanya untuk pelanggan R2 dan R3 dan mempertimbangkan juga kecenderungan inflasi yang berkembang terakhir ini," terang Rida.
Sementara itu, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN (Persero) Bob Saril mengatakan pihaknya terus meningkat efisiensi dengan fokus utama penggunaan bahan bakar atau campuran energi untuk mengurangi bahan bakar yang harganya mahal, salah satunya pembangkit listrik tenaga diesel yang berbahan bakar minyak.
Tak hanya itu, PLN juga mendorong pemanfaatan teknologi agar energi yang dihasilkan bisa lebih besar ketimbang bahan bakar yang digunakan pada sektor pembangkitan.
Baca juga: PLN butuh Rp17,96 triliun demi wujudkan rasio elektrifikasi 100 persen
Baca juga: Kebijakan penyesuaian tarif listrik tak ganggu stabilitas ekonomi
Baca juga: PLN: Kenaikan tarif listrik upaya wujudkan keadilan
"ICP dan inflasi mempengaruhi tarif adjustment diberlakukan mulai triwulan ketiga tahun 2022," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertajuk "Kebijakan Tarif Listrik Berkeadilan" di Jakarta, Jumat.
Pemerintah berencana menyesuaikan tarif listrik khusus untuk golongan rumah tangga mewah berdaya 3.500 VA ke atas (R2 dan R3) dan pemerintah (P1, P2, dan P3) mulai 1 Juli 2022.
Rida menjelaskan bahwa pemerintah selalu meninjau perkembangan kurs, inflasi, ICP, dan harga batu bara setiap tiga bulan yang menjadi dasar kebijakan penyesuaian tarif listrik tersebut.
Pada triwulan ketiga 2022, pemerintah melihat ada kecenderungan harga minyak naik signifikan akibat masih dipengaruhi krisis global dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina.
"Asumsi ICP awal kami 63 dolar AS per barel, tapi belakangan untuk kepentingan perhitungan tarif adjustment pada triwulan ketiga sudah sampai ke 104 dolar AS per barel," kata Rida.
Dengan demikian, lanjutnya, harga minyak mentah naik 65 persen dari asumsi awal pemerintah yang hanya 63 dolar AS per barel.
Apabila mengacu outlook biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik PLN pada tahun ini, pembelian bahan bakar minyak mencapai Rp22,67 triliun atau 17,79 persen dari total pembelian bahan bakar yang Rp127,45 triliun.
"ICP yang sangat dominan mempengaruhi BPP dan mendorong kami untuk menyesuaikan tarif," jelas Rida.
Rida juga menjelaskan faktor inflasi juga menjadi penyebab kebijakan menaikkan tarif listrik tersebut. Pemerintah memilih penyesuaian tarif listrik pada golongan pelanggan rumah tangga nonsubsidi dan pemerintah agar tidak berdampak signifikan terhadap inflasi.
Menurut dia, asumsi awal inflasi berada pada angka 0,25 persen, namun hingga April 2022 perkembangan inflasi telah menembus angka 0,95 persen.
"Kami sangat selektif hanya untuk pelanggan R2 dan R3 dan mempertimbangkan juga kecenderungan inflasi yang berkembang terakhir ini," terang Rida.
Sementara itu, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN (Persero) Bob Saril mengatakan pihaknya terus meningkat efisiensi dengan fokus utama penggunaan bahan bakar atau campuran energi untuk mengurangi bahan bakar yang harganya mahal, salah satunya pembangkit listrik tenaga diesel yang berbahan bakar minyak.
Tak hanya itu, PLN juga mendorong pemanfaatan teknologi agar energi yang dihasilkan bisa lebih besar ketimbang bahan bakar yang digunakan pada sektor pembangkitan.
Baca juga: PLN butuh Rp17,96 triliun demi wujudkan rasio elektrifikasi 100 persen
Baca juga: Kebijakan penyesuaian tarif listrik tak ganggu stabilitas ekonomi
Baca juga: PLN: Kenaikan tarif listrik upaya wujudkan keadilan
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: