Epidemi tersebut muncul ketika negara terisolasi itu sedang berjuang melawan gelombang pertama wabah COVID-19.
Pemerintah Korut pekan ini mengaku sedang menghadapi "wabah enterik akut", selain COVID-19 yang telah berlangsung berminggu-minggu.
Namun mereka tidak menjelaskan secara terperinci tentang penyakit itu, tetapi enterik mengacu pada saluran pencernaan.
"Para pejabat ... menyiapkan obat-obatan, bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari yang diperlukan untuk pengobatan epidemi dan kehidupan yang stabil untuk memberikan bantuan kepada orang-orang di Kota Haeju dan Kabupaten Kangryong (di Provinsi Hwanghae Selatan)," kata KCNA.
Kim Jong Un meminta para pejabat "untuk mengemban tugas mereka dalam upaya meringankan kemalangan dan penderitaan rakyat sesegera mungkin," kata KCNA.
Pada Kamis (16/6), seorang pejabat di Kementerian Unifikasi Korea Selatan yang mengurusi hubungan antar-Korea, mengatakan bahwa Seoul sedang memantau wabah tersebut, yang diduga kolera atau tipus.
Provinsi Hwanghae Selatan adalah wilayah utama pertanian Korut. Wabah penyakit pencernaan yang terjadi di sana dikhawatirkan dapat memperparah rawan pangan kronis di tengah gelombang COVID-19 di negara itu.
Korut telah melaporkan jumlah pasien dengan gejala demam, namun bukan kasus COVID yang dikonfirmasi. Hal itu kemungkinan karena kurangnya kapasitas pengujian.
KCNA pada Jumat melaporkan tambahan 23.160 orang dengan gejala demam, sehingga jumlah total orang sakit di negara itu sejak akhir April menjadi di atas 4,58 juta.
Sementara, jumlah korban meninggal terkait wabah COVID di Korut mencapai 73 orang.
Negara itu mengatakan bahwa lebih dari 99 persen pasien demam telah pulih dan bahwa gelombang COVID telah menunjukkan tanda-tanda mereda.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meragukan klaim Pyongyang yang disampaikan pada awal Juni itu. WHO mengatakan pihaknya yakin situasinya semakin buruk.
Sumber: Reuters
Baca juga: COVID masih bercokol, Korut dilanda wabah lain
Baca juga: Kabar COVID-19 dunia: Dari wabah di Korut sampai vaksin bagi balita
Baca juga: COVID di Korut kemungkinan "semakin buruk, bukan lebih baik"