Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan Indonesia mendorong pemanfaatan bahan bakar nabati atau biofuel guna mencapai transisi energi yang adil, merata, dan people-centered.

"Berbicara tentang green jobs, industri biofuel adalah sektor energi terbarukan terbesar kedua dalam hal ketenagakerjaan, di bawah energi surya. Diperkirakan, secara global industri biofuel mempekerjakan sekitar 2,4 juta orang, belum termasuk sektor hulu dan hilir terkait lainnya," ujarnya dalam webinar series dengan tema "Biofuels for Green Economy" dalam rangkaian Presidensi G20 Indonesia 2022, yang digelar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Menurut Yudo, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, biofuel juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian agenda Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 dan karbon netral. Produksi dan penggunaan biofuel yang berkelanjutan juga dapat memberikan berbagai manfaat sosial ekonomi.

"Antara lain meningkatkan keragaman dan keamanan pasokan energi, meningkatkan akses ke layanan energi yang modern, meningkatkan kualitas udara, dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan," ujarnya.

Biofuel, lanjut Yudo, yang juga Chair Energy Transitions Working Group (ETWG) ini, akan meningkatkan produktivitas dan menopang green economy melalui pembangunan dan investasi berskala besar.

"Di Indonesia, program mandatori biodiesel pada 2021 telah menghasilkan sekitar 16,3 juta kiloliter, meningkat dari 13,3 juta kiloliter pada 2020 selama pandemi COVID-19. Angka tersebut pada 2020 bahkan masih lebih tinggi dibandingkan 2019 sebesar 12 juta kiloliter. Saya juga berharap skala pembangunan besar-besaran ekonomi hijau ini juga akan menyebar di negara-negara G20 lainnya," jelasnya.

Baca juga: Menteri Energi G20 sepakati peran penting biofuel bagi energi bersih

Program biofuel nasional itu, tambah Yudo, akan ditingkatkan dengan program green refinery yang mengambil proyek percontohan di Kota Cilacap Jawa Tengah.

Proyek tahap pertama ini akan memproduksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) atau green diesel, produk biofuel generasi kedua dari Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO).

Biofuel juga akan berkontribusi terhadap G20 untuk menciptakan ekonomi hijau dan membentuk kerja sama internasional yang lebih erat antarnegara. Meskipun sumber biofuel terbatas pada negara-negara tertentu, namun sektor ekonomi hilir biofuel dan turunannya berhubungan dengan semua negara anggota G20.

"Hal ini akan membuat kerja sama internasional dalam transisi energi dan green economy dari biofuel memiliki peran yang lebih signifikan," ujarnya.

Dalam hal teknologi inovatif, kerja sama dan kemitraan internasional akan memperkuat jalur pengembangan teknologi yang lebih maju untuk industri biofuel, terutama di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang.

"Selain itu, kemitraan internasional dalam biofuel economy akan meningkatkan pemanfaatan biofuel yang lebih luas dan berkelanjutan di sektor transportasi dan sektor terkait energi lainnya, akibat dari signifikansi biofuel dan sektor bioenergi lainnya untuk energi dan ekonomi di masa depan," ujar Yudo.

Baca juga: ESDM: Biofuel kurangi emisi 39,7 juta ton karbon pada 2040
Baca juga: Pemerintah susun "road map" biofuel, ini tujuannya