Jakarta (ANTARA News) - Perdana Menteri Turki mengatakan rancangan undang-undang (RUU) yang diloloskan oleh parlemen Perancis (French Bill) mengenai Penolakan Genosida yang menyebutkan pembunuhan massal orang Armenia pada masa Dinasti Ustmaniah (Ottoman) sebagai pandangan rasis.
Recep Tayyip Erdogan mengatakan hal tersebut di hadapan anggota parlemen Turki di Ankara, bahwa French Bill telah membunuh kebebasan berpikir. Demikian dikutip dari BBC, dan dipantau oleh ANTARA News, di Jakarta, Rabu.
Sementara itu Presiden Perancis, Nicholas Sarkozy mengharapkan untuk mengesahkan RUU itu sebelum akhir Februari ini.
Armenia menyatakan bahwa lebih dari 1,5 juta orang meninggal medio tahun 1915-1916 saat Kerajaan Ustmaniah Turki pecah.
Turki telah menolak istilah "genosida", dan menyebutkan bahwa jumlah kematian jauh lebih sedikit.
Langkah-langkah menuju pandangan Fasisme
"Ini adalah pendekatan rasis dan diskriminatif dan jika anda tidak melihat ini kemudian anda menjadi tuli pada langkah-langkah menuju fasisme di Eropa," kata Erdogan, pada Selasa, sehari setelah RUU diloloskan senat Perancis.
Turki berharap adanya kesuksesan Perancis untuk melakukan banding melawan RUU itu ke komisi konstitusinya, tambahnya lagi.
"Kami akan terus memantau dan menunggu perkembangan dan keputusan terhadap tanggapan kami kepada mereka," lanjut Erdogan lagi.
Sebelumnya menteri luar negari Turki sudah menyatakan bahwa Turki berencana untuk memberikan respon dengan tindakan yang tidak spesifik untuk melawan Perancis.
Pemerintah Turki berargumen bahwa memutuskan apa yang terjadi di wilayah timur Turki pada tahun 1915-1916 seharusnya diberikan kepada para sejarahwan, dan undang-undang Perancis yang akan disahkan itu akan menghambat kebebasan berbicara.
Perancis telah menyebutkan pembunuhan warga Armenia sebagai genosida kemudian dalam RUU baru menyebutkan setiap orang yang menolak terjadinya genosida di Armenia akan menghadapi hukuman satu tahun penjara dan denda 45.000 euro ($57.000).
Diantara negara-negara lain yang secara formal memasukkan pembunuhan itu sebagai genosida adalah Argentina, Belgia, Kanada, Perancis, Italia, Uruguay, dan Rusia.
Tetapi Inggris Raya, Amerika Serikat, Israel dan lain-lainnya menggunakan terminologi yang berbeda.
Negara Armenia menyebutkan pengambilan suara pada Senin lalu dengan 127 suara menyetujui berbanding 86 suara tidak setuju, sebagai sejarah.
Sementara itu negara tetangga Azarbaijan melalui anggota senior partai berkuasa di negeri itu menyatakan kredibilitas Perancis sebagai mediator terhadap Armenia dalam sengketa Nagorno-Karabakh telah rusak dan seharusnya peran Perancis ditolak.
"Perancis telah mengkhianati misi mediatornya," demikian dikatakan Ali Ahmadov, sekertaris umum partai New Azerbaijan.
PM Turki: RUU Perancis mengenai Penolakan Genosida adalah rasis
25 Januari 2012 08:28 WIB
Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan (FOTO ANTARA/REUTERS/Fabrizio Bensch)
Pewarta: Ella Syafputri
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012
Tags: