Surabaya (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani mendapat julukan "Ning Maharani" dari para Gawagis yang merupakan perkumpulan para Gus-Gus atau kiai-kiai muda Nahdlatul Ulama se-Jawa Timur.

"Karena berkumpul dan satu keluarga dengan Gus-Gus, maka dipanggil saja Ning (sebutan untuk perempuan/putri khas Surabaya) Maharani," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Langitan Tuban, KH Maksum Faqih, dalam keterangan pers yang diterima di Surabaya, Kamis.

Gus Maksum, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa Puan dan Gawagis melakukan pertemuan silaturahim di Surabaya pada Rabu (15/6) malam.

Hadir pada kesempatan tersebut antara lain Pengasuh Ponpes Darul Hikam Ponorogo KH Nabil Hasbullah, KH Moh Hasib Wahab (Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas Jombang), KH Moh Hisyam (Probolinggo), KH Nabil Hasbullah (Pondok Pesantren Darul Hikam Joresan Mlarak Ponorogo), dan beberapa kiai muda lainnya.

Gus Maksum mengibaratkan Puan Maharani kembali ke rumah yang telah dibangun oleh Bung Karno dan para Kiai NU.

Baca juga: Puan ajak bersama-sama jaga kelancaran Pemilu 2024

Baca juga: Puan nilai G20 kesempatan Indonesia tunjukkan diri di mata dunia


"Ini seperti kembali ke rumah. Kalau kembali ke rumah harus nyaman sebagai satu keluarga. Makanya kami panggil Ning," ucap dia.

Gus Maksum pun berharap teladan Bung Karno sebagai sosok Nasional yang dekat dengan para ulama terus diteladani.

"Kaum santri dan nasionalis harus bersatu, harus dipertahankan. Insya Allah tidak akan ada yang menggoyahkan cita-cita Bung Karno," katanya.

Sementara itu, Puan menyebut pertemuan itu merupakan tradisi keluarga yang diturunkan dari orang tua.

Presiden Pertama RI Soekarno yang juga sang kakek, kata Puan, memiliki kedekatan dengan keluarga NU semasa hidupnya.

Termasuk dengan sang ibu, Megawati Soekarnoputri, yang punya hubungan baik dengan para ulama.

Baca juga: Puan nilai pergantian menteri hak prerogatif Presiden untuk memilih

"Ini forum yang bagus untuk menjahit silaturahim para kakek-kakek kita. Dan sekarang kita generasi ketiga melanjutkan-nya," katanya.

"Dulu Bung Karno dan para kiai selalu bergandengan. Bu Mega dan Gus Dur seperti kakak-adik, ke mana-mana selalu rendengan. Kenapa kita tidak seperti itu sekarang?" tutur Puan menambahkan.