Denpasar (ANTARA News) - Bali mengekspor matadagangan kopi sebanyak 30,06 ton mampu menghasilkan devisa sebesar 212.123 ton selama sebelas bulan periode Januari-November 2011.

Perolehan devisa tersebut mengalami peningkatan sebesar 67,57 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 126.584 dolar AS, kata Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali, I Ketut Teneng di Denpasar, Selasa.

Ia mengatakan, devisa yang diraih itu atas pengapalan 11,58 ton kopi ke masaran mancanegara. Ekspor itu sangat tergantung dari persediaan matadangan yang dihasilkan petani secara musiman dan permintaan pasaran luar negeri.

Petani setempat mulai mengembangkan tanaman kopi secara ramah lingkungan, yakni proses pemeliharaannya memanfaatkan pupuk organik yang diperoleh dari pengembangan ternak sapi.

"Petani kopi mensinergikan dengan pemeliharaan ternak sapi di sela-sela kebunnya, sehingga petani memperoleh penghasilan ganda, yakni sapi dan kopi, di samping kotoran sapi dimanfaatkan untuk pupuk menyuburkan tanaman kopi," tutur Ketut Teneng.

Mata dagangan kopi yang diproduksi secara ramah lingkungan itu mampu bersaing di pasaran ekspor dengan mata dagangan serupa dari negara lain.

Selama tahun 2010, ekspor kopi mampu menghasilkan devisa sebesar 126,534 dolar AS, menurun 19, 58 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 157,937 dolar AS.

Kopi dalam bentuk biji beras maupun setelah diolah berhasil menembus pasaran Jepang, Perancis dan beberapa negara di kawasan Eropa.

Bali setiap tahunnya mampu menghasilkan kopi sebanyak 13.800 ton. Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Perkebunan setempat memprogramkan pengembangan tanaman kopi seluas 1.020 hektar dalam tahun 2011 mendapat dukungan dana dari pemerintah pusat dan APBD Bali.

Pengembangan tanaman perkebunan bernilai ekonomis tinggi itu menjangkau lima kabupaten dari delapan kabupaten dan satu kota di daerah ini.

Pengembangan tanaman kopi tersebut memprioritaskan daerah resapan dengan harapan mampu memberikan fungsi ganda, selain nilai ekonomis juga berfungsi hidrologis, mengatur tata air dalam tanah serta mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor.

Tanaman kopi yang berfungsi sebagai penguatan daerah resapan hingga kini mencapai 2.124 hektare dari tanaman kopi seluruhnya 30.029 hektare terdiri atas kopi arabika 8.197 hektare dan kopi robusta 23.832 hektare.

Pengembangan tanaman kopi untuk penguatan daerah resapan juga dipadukan dengan tanaman kayu yang cepat besar untuk kepentingan bahan bangunan, sekaligus berfungsi hidrologis, ujar Ketut Teneng.