Saham Asia merosot di tengah kekhawatiran kenaikan suku bunga Fed
14 Juni 2022 16:42 WIB
Investor melihat layar komputer yang menampilkan informasi saham di sebuah rumah pialang di Shanghai, China 16 Januari 2020. REUTERS / Aly Song
Hong Kong (ANTARA) - Saham-saham Asia merosot tajam dan safe-haven dolar bertahan di dekat puncak dua dekade pada Selasa sore, setelah Wall Street mencapai tonggak pasar bearish yang dikonfirmasi di tengah kekhawatiran kenaikan suku bunga AS yang agresif akan mendorong ekonomi terbesar dunia itu ke dalam resesi.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,45 persen dalam perdagangan yang fluktuatif, memulihkan beberapa kerugian sebelumnya.
Indeks acuan Australia S&P/ASX200 ditutup 3,55 persen lebih rendah, sementara indeks saham Nikkei Jepang turun 1,32 persen, setelah jatuh sebanyak 2,0 persen di awal sesi.
Sentimen negatif di Asia mengikuti sesi AS yang suram pada Senin (13/6/2022), yang melihat Goldman Sachs memperkirakan kenaikan suku bunga 75 basis poin pada pertemuan kebijakan Federal Reserve berikutnya pada Rabu (15/6/2022).
Namun, investor tampaknya melepaskan kesuraman menuju perdagangan Eropa dengan pan-region Euro Stoxx 50 berjangka naik 0,83 persen, DAX Jerman berjangka 0,9 persen lebih tinggi dan FTSE berjangka naik 0,62 persen. Saham berjangka AS juga bertambah 1,17 persen.
"Meskipun jelas ada risiko dari pengetatan kebijakan yang signifikan, tetap tidak mungkin bahwa akan ada resesi yang sepenuhnya matang, dengan tingkat pengangguran melonjak dua atau lebih poin persentase," kata Stephen Koukoulas, direktur pelaksana Market Economics yang berbasis di Canberra.
"Sebaliknya, pertumbuhan pasti akan melambat - yang merupakan tujuan dari pengetatan kebijakan - dan pada akhir tahun ini, tekanan inflasi akan mulai mereda."
Di Hong Kong, Indeks Hang Seng memangkas kerugian sebelumnya menjadi naik 0,002 persen setelah diperdagangkan di wilayah negatif hampir sepanjang hari. Indeks CSI300 China menghapus penurunan awal menjadi menguat 0,79 persen.
Ekspektasi kenaikan suku bunga AS yang agresif telah meningkat setelah inflasi di tahun ini hingga Mei melonjak lebih tajam dari yang diperkirakan 8,6 persen.
"Pasar AS adalah yang terbesar di dunia, jadi saat terkena flu, seluruh dunia juga mengalami hal yang sama," kata Clara Cheong, ahli strategi pasar global di JP Morgan Asset Management.
"Akan ada volatilitas jangka pendek di Asia tetapi kami pikir dalam jangka menengah hingga jangka panjang di Asia selain Jepang, ekspektasi laba telah diturunkan sehingga ada prospek yang relatif lebih cerah di sini daripada bagian lain dunia."
Cheong mengatakan pelonggaran moneter China dan pembukaan kembali ekonomi ASEAN dari penguncian COVID-19 dapat melindungi kawasan itu dari beberapa kejatuhan pasar keuangan.
Di Wall Street semalam, kekhawatiran resesi AS membuat S&P 500 turun 3,88 persen, sementara Komposit Nasdaq kehilangan 4,68 persen dan Dow Jones Industrial Average turun 2,8 persen.
Indeks acuan S&P 500 sekarang turun lebih dari 20 persen dari rekor penutupan tertinggi baru-baru ini, mengkonfirmasi pasar bearish, menurut definisi yang umum digunakan.
Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun mencapai tertinggi sejak 2011 pada Senin (13/4/2022) dan bagian penting dari kurva imbal hasil terbalik untuk pertama kalinya sejak April karena investor bersiap untuk prospek bahwa upaya Fed membendung inflasi yang melonjak akan melemahkan ekonomi.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun naik menjadi 3,3466 persen dibandingkan dengan penutupan AS 3,371 di persen pada Senin (13/6/2022). Imbal hasil obligasi dua tahun, yang naik bersama ekspektasi pedagang terhadap suku bunga dana Fed yang lebih tinggi, menyentuh 3,3804 persen dibandingkan dengan penutupan AS sebesar 3,281 persen.
Di pasar mata uang, indeks dolar yang melacak greenback terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, berada di 104,98, tak jauh dari puncak dua dekade di 105,29 yang dicapai pada Senin (13/6/2022).
Terhadap yen Jepang, mata uang AS berada di 134,59, tepat di bawah level tertinggi baru-baru ini di 135,17.
Mata uang tunggal Eropa naik 0,2 persen menjadi 1,0432 dolar, setelah kehilangan 2,8 persen dalam sebulan.
Bitcoin turun sekitar 4,5 persen pada Selasa menjadi 21.416 dolar AS, terendah baru dalam 18 bulan, memperpanjang penurunan 15 persen pada Senin (13/6/2022) karena pasar tersentak oleh pemberi pinjaman kripto Celsius yang menangguhkan penarikan.
Pasar minyak mulai pulih di akhir sesi Asia dengan minyak mentah AS naik 0,13 persen pada 121,08 dolar AS per barel, setelah diperdagangkan turun di sebagian besar Selasa. Minyak mentah Brent sedikit menguat menjadi 122,42 dolar AS per barel.
Emas mengabaikan awal yang lebih lemah dengan harga spot naik 0,42 persen menjadi 1.826,65 dolar AS per ounce.
Baca juga: Saham Asia jatuh, kekhawatiran resesi picu Wall St ke pasar "bearish"
Baca juga: Saham Asia jatuh ikuti Wall Street dan bursa global
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,45 persen dalam perdagangan yang fluktuatif, memulihkan beberapa kerugian sebelumnya.
Indeks acuan Australia S&P/ASX200 ditutup 3,55 persen lebih rendah, sementara indeks saham Nikkei Jepang turun 1,32 persen, setelah jatuh sebanyak 2,0 persen di awal sesi.
Sentimen negatif di Asia mengikuti sesi AS yang suram pada Senin (13/6/2022), yang melihat Goldman Sachs memperkirakan kenaikan suku bunga 75 basis poin pada pertemuan kebijakan Federal Reserve berikutnya pada Rabu (15/6/2022).
Namun, investor tampaknya melepaskan kesuraman menuju perdagangan Eropa dengan pan-region Euro Stoxx 50 berjangka naik 0,83 persen, DAX Jerman berjangka 0,9 persen lebih tinggi dan FTSE berjangka naik 0,62 persen. Saham berjangka AS juga bertambah 1,17 persen.
"Meskipun jelas ada risiko dari pengetatan kebijakan yang signifikan, tetap tidak mungkin bahwa akan ada resesi yang sepenuhnya matang, dengan tingkat pengangguran melonjak dua atau lebih poin persentase," kata Stephen Koukoulas, direktur pelaksana Market Economics yang berbasis di Canberra.
"Sebaliknya, pertumbuhan pasti akan melambat - yang merupakan tujuan dari pengetatan kebijakan - dan pada akhir tahun ini, tekanan inflasi akan mulai mereda."
Di Hong Kong, Indeks Hang Seng memangkas kerugian sebelumnya menjadi naik 0,002 persen setelah diperdagangkan di wilayah negatif hampir sepanjang hari. Indeks CSI300 China menghapus penurunan awal menjadi menguat 0,79 persen.
Ekspektasi kenaikan suku bunga AS yang agresif telah meningkat setelah inflasi di tahun ini hingga Mei melonjak lebih tajam dari yang diperkirakan 8,6 persen.
"Pasar AS adalah yang terbesar di dunia, jadi saat terkena flu, seluruh dunia juga mengalami hal yang sama," kata Clara Cheong, ahli strategi pasar global di JP Morgan Asset Management.
"Akan ada volatilitas jangka pendek di Asia tetapi kami pikir dalam jangka menengah hingga jangka panjang di Asia selain Jepang, ekspektasi laba telah diturunkan sehingga ada prospek yang relatif lebih cerah di sini daripada bagian lain dunia."
Cheong mengatakan pelonggaran moneter China dan pembukaan kembali ekonomi ASEAN dari penguncian COVID-19 dapat melindungi kawasan itu dari beberapa kejatuhan pasar keuangan.
Di Wall Street semalam, kekhawatiran resesi AS membuat S&P 500 turun 3,88 persen, sementara Komposit Nasdaq kehilangan 4,68 persen dan Dow Jones Industrial Average turun 2,8 persen.
Indeks acuan S&P 500 sekarang turun lebih dari 20 persen dari rekor penutupan tertinggi baru-baru ini, mengkonfirmasi pasar bearish, menurut definisi yang umum digunakan.
Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun mencapai tertinggi sejak 2011 pada Senin (13/4/2022) dan bagian penting dari kurva imbal hasil terbalik untuk pertama kalinya sejak April karena investor bersiap untuk prospek bahwa upaya Fed membendung inflasi yang melonjak akan melemahkan ekonomi.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun naik menjadi 3,3466 persen dibandingkan dengan penutupan AS 3,371 di persen pada Senin (13/6/2022). Imbal hasil obligasi dua tahun, yang naik bersama ekspektasi pedagang terhadap suku bunga dana Fed yang lebih tinggi, menyentuh 3,3804 persen dibandingkan dengan penutupan AS sebesar 3,281 persen.
Di pasar mata uang, indeks dolar yang melacak greenback terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, berada di 104,98, tak jauh dari puncak dua dekade di 105,29 yang dicapai pada Senin (13/6/2022).
Terhadap yen Jepang, mata uang AS berada di 134,59, tepat di bawah level tertinggi baru-baru ini di 135,17.
Mata uang tunggal Eropa naik 0,2 persen menjadi 1,0432 dolar, setelah kehilangan 2,8 persen dalam sebulan.
Bitcoin turun sekitar 4,5 persen pada Selasa menjadi 21.416 dolar AS, terendah baru dalam 18 bulan, memperpanjang penurunan 15 persen pada Senin (13/6/2022) karena pasar tersentak oleh pemberi pinjaman kripto Celsius yang menangguhkan penarikan.
Pasar minyak mulai pulih di akhir sesi Asia dengan minyak mentah AS naik 0,13 persen pada 121,08 dolar AS per barel, setelah diperdagangkan turun di sebagian besar Selasa. Minyak mentah Brent sedikit menguat menjadi 122,42 dolar AS per barel.
Emas mengabaikan awal yang lebih lemah dengan harga spot naik 0,42 persen menjadi 1.826,65 dolar AS per ounce.
Baca juga: Saham Asia jatuh, kekhawatiran resesi picu Wall St ke pasar "bearish"
Baca juga: Saham Asia jatuh ikuti Wall Street dan bursa global
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: