Jakarta (ANTARA) - Pimpinan Rumah Demokrasi Ramdansyah berharap anggota DKPP terpilih pada periode 2022—2027 bisa menjaga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum RI agar tidak superbody atau menjadi lembaga yang tidak melampaui kewenangannya.

"Perlu ditelusuri rekam jejak apakah calon-calon tersebut pernah terkena sanksi DKPP atau lembaga hukum lainnya. Harapan lainnya adalah Presiden RI dan DPR RI dapat mengusulkan mereka yang dapat menjaga muruah sebagai lembaga etika yang tidak melampaui kewenangannya," kata Ramdansyah dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Rumah Demokrasi menilai anggota DKPP periode awal pimpinan Jimly Asshiddiqie cukup berintegritas karena pengetahuan luas dari ketua dan anggota DKPP.

"Sayangnya, lembaga ini berubah menjadi superbody. Rumah Demokrasi melihat fenomena DKPP karena Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu membuat frasa multiinterpretasi bahwa 'putusan DKPP bersifat final dan mengikat'," katanya.

Frasa tersebut, menurut dia, menjadikan DKPP serasa "saudara kembar" dengan Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, MK adalah lembaga peradilan yang memiliki kewenangan atribusi yang diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945 (Pasal 24C ayat 1).

MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD NRI Tahun 1945 dan DKPP ingin seperti MK.

Padahal, lanjut dia, DKPP tidak masuk dalam lembaga kekuasaan kehakiman mana pun. Misalnya, Pemilihan Wali Kota/Wakil Wali Kota Tangerang pernah diintervensi oleh DKPP pada tahun 2013. DKPP mengalahkan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, Provinsi Banten.

DKPP melakukan pemulihan hak konstitusional pasangan calon R. Wismansyah-Sachrudin. Padahal, majelis hakim PTUN Serang tengah memeriksa, mengadili, dan memutus perkara No. 23/G/2013/PTUN-SRG.

Contoh lain terkait dengan tahapan Pemilu 2014. Putusan DKPP Nomor : 23-25/DKPPPKE-I/2012 yang memutuskan agar KPU mengikutsertakan 18 partai politik yang tidak lolos verifikasi administrasi untuk mengikuti verifikasi faktual untuk Pemilu 2014 menunjukkan lembaga itu sebagai superbody.

"Nantinya, DKPP bisa saja menghidupkan kewenangan untuk mengintervensi tahapan pemilu yang sudah ditetapkan oleh KPU RI untuk Pemilu 2024," ucapnya.

Rumah Demokrasi menganggap bahwa DKPP bisa saja menjadi superbody kembali meskipun langkah itu terhenti dengan Putusan (MK) Nomor 31/PUU-XI/2013 yang diuji oleh Ramdansyah dari Rumah Demokrasi. Putusan MK membatalkan Pasal 112 ayat (12) UU No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

Berdasarkan putusan MK tersebut, kata Ramdansyah, rekomendasi final dari DKPP yang bersifat final dan mengikat tidak dapat memaksa lembaga penyelenggara kekuasaan negara lain, selain penyelenggara pemilu dan presiden.

"Putusan MK No. 31/PUU-XI/2013 diperkuat kembali dengan Putusan MK No. 32/PUU-XIX/2021 yang diuji kembali oleh mantan Ketua KPU Arief Budiman dan anggota KPU Evi Novida Ginting Manik tanggal 29 Maret 2022," katanya.

Rumah Demokrasi mengharapkan calon anggota DKPP yang memiliki integritas setelah Keppres No. 63/P Tahun 2022 tentang Perpanjangan Tugas Anggota DKPP Periode 2022—2027 berakhir 3 bulan ke depan.

Perpanjangan masa tugas memberikan berkah kepada DPR RI dan Pemerintah untuk mencari figur yang sesuai sebagai penjaga etika pemilu yang bersih.


Baca juga: DKPP pecat anggota Bawaslu yang terlibat "forex" ilegal

Baca juga: Anggota DKPP: Jumlah aduan disidangkan 2012-2022 di bawah 50 persen
"Rumah Demokrasi berharap tidak perlu lagi Keppres untuk perpanjangan masa tugas, tetapi terpilih anggota DKPP 2022-2027 sebelum tengat Keppres No. 63/P/2022. Terpilihnya anggota DKPP periode selanjutnya tentunya dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap Pemilu 2024," ujarnya.