Wakil RI untuk AICHR sebut negara berhasil hadir di tengah masyarakat
10 Juni 2022 20:00 WIB
Tangkapan layar - Wakil Republik Indonesia untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) YM Yuyun Wahyuningrum dalam Peluncuran Dataset Peringatan Dini Kekerasan Kolektif di Indonesia yang disiarkan di kanal YouTube CSIS Indonesia, dipantau dari Jakarta, Jumat (10/6/2022). ANTARA/Putu Indah Savitri
Jakarta (ANTARA) - Wakil Republik Indonesia untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) YM Yuyun Wahyuningrum menilai bahwa tingginya intervensi aktor negara untuk menyelesaikan kekerasan kolektif adalah keberhasilan negara untuk hadir di tengah masyarakat.
“Saya sangat apresiasi intervensi negara yang tinggi, karena ini sama dengan apa yang diinginkan oleh Presiden, yakni negara harus hadir. Berarti pemerintah berhasil,” kata Yuyun ketika menyampaikan tanggapannya dalam Peluncuran Dataset Peringatan Dini Kekerasan Kolektif di Indonesia yang disiarkan di kanal YouTube CSIS Indonesia, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika menanggapi temuan Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang menunjukkan bahwa aktor negara melakukan intervensi terhadap konflik sebanyak 234 tindakan intervensi atau sebesar 81,2 persen dari total intervensi terhadap kekerasan kolektif di Indonesia.
Tingkat kesuksesan intervensi yang dilakukan oleh aktor negara pun mencapai 68,8 persen. Aktor negara yang paling sering melakukan intervensi adalah polisi, khususnya polres.
Selain itu, Yuyun juga menyampaikan apresiasi terhadap warga yang juga melakukan intervensi terhadap kekerasan kolektif, meskipun tidak tergabung di dalam lembaga swadaya masyarakat atau LSM.
“Saya juga mengapresiasi peran warga yang merespons, meski bukan anggota LSM tetapi warga biasa. Mungkin RT atau RW. Berarti, ada semacam kesadaran bahwa peran RT dan RW ini sangat penting kontribusinya kepada deeskalasi kekerasan,” ujarnya lagi.
Berdasarkan pentingnya peran warga dalam meredakan kekerasan, Yuyun merekomendasikan agar pemerintah dapat lebih membangkitkan semangat masyarakat untuk turut serta menjaga keamanan dan kedamaian di wilayah mereka, sehingga bukan hanya pihak kepolisian dan aktor negara saja yang berperan.
CSIS mendefinisikan intervensi sebagai upaya pihak ketiga untuk menghentikan kekerasan antara dua pihak yang terlibat di dalam konflik.
Terkait intervensi aktor nonnegara, temuan CSIS menunjukkan aktor nonnegara melakukan intervensi sebanyak 47 tindakan intervensi, atau sebesar 16,3 persen dari total intervensi.
Aktor nonnegara yang paling umum untuk melakukan intervensi adalah warga. Meskipun demikian, tingkat kesuksesan intervensi oleh aktor nonnegara mencapai 63,8 persen.
“Peran negara itu penting, dibutuhkan, tetapi partisipasi warga juga menjadi sangat penting. Itu yang menjadi salah satu prinsip dari hak asasi manusia, yaitu partisipasi,” kata Yuyun.
Baca juga: Komisi III DPR minta Komnas HAM perjelas kerja sama dan program 2022
Baca juga: Komisi penyelidikan PBB tegur Israel karena upayakan 'kendali penuh'
“Saya sangat apresiasi intervensi negara yang tinggi, karena ini sama dengan apa yang diinginkan oleh Presiden, yakni negara harus hadir. Berarti pemerintah berhasil,” kata Yuyun ketika menyampaikan tanggapannya dalam Peluncuran Dataset Peringatan Dini Kekerasan Kolektif di Indonesia yang disiarkan di kanal YouTube CSIS Indonesia, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika menanggapi temuan Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang menunjukkan bahwa aktor negara melakukan intervensi terhadap konflik sebanyak 234 tindakan intervensi atau sebesar 81,2 persen dari total intervensi terhadap kekerasan kolektif di Indonesia.
Tingkat kesuksesan intervensi yang dilakukan oleh aktor negara pun mencapai 68,8 persen. Aktor negara yang paling sering melakukan intervensi adalah polisi, khususnya polres.
Selain itu, Yuyun juga menyampaikan apresiasi terhadap warga yang juga melakukan intervensi terhadap kekerasan kolektif, meskipun tidak tergabung di dalam lembaga swadaya masyarakat atau LSM.
“Saya juga mengapresiasi peran warga yang merespons, meski bukan anggota LSM tetapi warga biasa. Mungkin RT atau RW. Berarti, ada semacam kesadaran bahwa peran RT dan RW ini sangat penting kontribusinya kepada deeskalasi kekerasan,” ujarnya lagi.
Berdasarkan pentingnya peran warga dalam meredakan kekerasan, Yuyun merekomendasikan agar pemerintah dapat lebih membangkitkan semangat masyarakat untuk turut serta menjaga keamanan dan kedamaian di wilayah mereka, sehingga bukan hanya pihak kepolisian dan aktor negara saja yang berperan.
CSIS mendefinisikan intervensi sebagai upaya pihak ketiga untuk menghentikan kekerasan antara dua pihak yang terlibat di dalam konflik.
Terkait intervensi aktor nonnegara, temuan CSIS menunjukkan aktor nonnegara melakukan intervensi sebanyak 47 tindakan intervensi, atau sebesar 16,3 persen dari total intervensi.
Aktor nonnegara yang paling umum untuk melakukan intervensi adalah warga. Meskipun demikian, tingkat kesuksesan intervensi oleh aktor nonnegara mencapai 63,8 persen.
“Peran negara itu penting, dibutuhkan, tetapi partisipasi warga juga menjadi sangat penting. Itu yang menjadi salah satu prinsip dari hak asasi manusia, yaitu partisipasi,” kata Yuyun.
Baca juga: Komisi III DPR minta Komnas HAM perjelas kerja sama dan program 2022
Baca juga: Komisi penyelidikan PBB tegur Israel karena upayakan 'kendali penuh'
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022
Tags: