Pakar: Capai Net Sink FoLU perlu restorasi 2,6 juta hektare gambut
10 Juni 2022 17:58 WIB
Tangkapan layar Guru Besar IPB University dan pakar bidang klimatologi Prof. Rizaldi Boer dalam kuliah umum daring yang diselenggarakan BRGM diikuti dari Jakarta, Jumat (10/6/2022) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar IPB University dan pakar bidang klimatologi Prof. Rizaldi Boer mengatakan perlu dilakukan restorasi seluas 2,6 juta hektare lahan gambut untuk menuju target penyerapan bersih atau net sink sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain (forestry and other land use/FoLU) 2030.
Dalam kuliah umum daring yang diikuti dari Jakarta, Jumat, Rizaldi mengatakan untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan Nationally Determined Contribution (NDC) paling tidak 1,3 juta hektare lahan gambut harus direstorasi sampai 2030.
"Kalau kita ingin mencapai Net Sink FoLU, bagaimana mengubah sektor ini dari pengemisi menjadi penyerap, itu paling tidak targetnya adalah mencapai dua kali lipat dari target NDC. Jadi sangat besar dan sangat luas mencapai hampir sekitar 2,6 juta hektare," kata Rizaldi dalam acara yang diselenggarakan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) itu.
Menurut dia sampai dengan 2050 diharapkan semua gambut di Indonesia yang telah terdegradasi dan tidak dimanfaatkan untuk direstorasi.
Baca juga: KLHK: Tata kelola lingkungan jadi pijakan Indonesia FoLU Net Sink 2030
Baca juga: KLHK: FoLU Net Sink 2030 terapkan prinsip pembangunan berkelanjutan
Kegiatan restorasi gambut sendiri dilakukan dengan upaya pembasahan dengan pemasangan sekat kanal, revegetasi dan revitalisasi. Pemasangan sekat kanal sendiri telah berhasil menurunkan tingkat kebakaran hutan secara signifikan.
Dia menjelaskan bahwa gambut sendiri dapat dimanfaatkan, begitu juga dengan mangrove yang memiliki potensi penyimpanan karbon.
"Tapi dengan pola-pola yang memenuhi prinsip-prinsip berkelanjutan. Di antaranya bagaimana gambut atau mangrove yang sudah terlanjur dikelola itu diperbaiki teknik budidayanya dengan mengembangkan pola-pola budidaya yang sesuai dengan ekosistem gambut di antaranya paludikultur dan untuk mangrove dengan silvofishery," jelasnya.
Baca juga: Menteri LHK: RI bergerak perkuat kebijakan iklim dan implementasinya
Baca juga: Indonesia dapat jadi contoh negara maju tingkatkan target emisi
Dalam kuliah umum daring yang diikuti dari Jakarta, Jumat, Rizaldi mengatakan untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan Nationally Determined Contribution (NDC) paling tidak 1,3 juta hektare lahan gambut harus direstorasi sampai 2030.
"Kalau kita ingin mencapai Net Sink FoLU, bagaimana mengubah sektor ini dari pengemisi menjadi penyerap, itu paling tidak targetnya adalah mencapai dua kali lipat dari target NDC. Jadi sangat besar dan sangat luas mencapai hampir sekitar 2,6 juta hektare," kata Rizaldi dalam acara yang diselenggarakan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) itu.
Menurut dia sampai dengan 2050 diharapkan semua gambut di Indonesia yang telah terdegradasi dan tidak dimanfaatkan untuk direstorasi.
Baca juga: KLHK: Tata kelola lingkungan jadi pijakan Indonesia FoLU Net Sink 2030
Baca juga: KLHK: FoLU Net Sink 2030 terapkan prinsip pembangunan berkelanjutan
Kegiatan restorasi gambut sendiri dilakukan dengan upaya pembasahan dengan pemasangan sekat kanal, revegetasi dan revitalisasi. Pemasangan sekat kanal sendiri telah berhasil menurunkan tingkat kebakaran hutan secara signifikan.
Dia menjelaskan bahwa gambut sendiri dapat dimanfaatkan, begitu juga dengan mangrove yang memiliki potensi penyimpanan karbon.
"Tapi dengan pola-pola yang memenuhi prinsip-prinsip berkelanjutan. Di antaranya bagaimana gambut atau mangrove yang sudah terlanjur dikelola itu diperbaiki teknik budidayanya dengan mengembangkan pola-pola budidaya yang sesuai dengan ekosistem gambut di antaranya paludikultur dan untuk mangrove dengan silvofishery," jelasnya.
Baca juga: Menteri LHK: RI bergerak perkuat kebijakan iklim dan implementasinya
Baca juga: Indonesia dapat jadi contoh negara maju tingkatkan target emisi
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022
Tags: