BI: Keterbatasan infrastruktur jadi tantangan digitalisasi UMKM
9 Juni 2022 19:27 WIB
Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia Yunita Resmi Sari dalam acara Bincang Digitalisasi yang diselenggarakan Kantor Perwakilan BI Sumsel di Palembang, Kamis (9/6/2022). ANTARA/HO-BI.
Palembang (ANTARA) - Keterbatasan Infrastruktur menjadi tantangan Indonesia dalam digitalisasi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) meskipun saat ini peminat transaksi digital terus meningkat di masyarakat.
Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia Yunita Resmi Sari mengatakan hingga kini penetrasi internet di Indonesia hanya mencapai 76,8 persen atau berada pada urutan 15 di Asia karena masih banyak kawasan remote area yang tidak terjangkau.
“Ketersediaan infrastruktur internet ini sebagian besar didominasi di Jawa, dan kecepatan internet juga masih belum merata. Ini menjadi tantangan utama pengembangan digitalisasi UMKM,” kata Yunita dalam acara Bincang Digitalisasi yang diselenggarakan Kantor Perwakilan BI Sumsel di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis.
Ia mengatakan selain ketersediaan infrastruktur yang belum belum merata, Indonesia juga masih dihadapkan tantangan lain yakni berkembangnya kejahatan siber.
Bagi pelaku UMKM yang terkadang belum melek digital, bisa dikatakan bakal menjadi makanan empuk para pelaku kejahatan siber ini.
“Untuk cyber crime ini, regulator mengantisipasinya dengan pembuat peraturan dan pengawasan dari hulu ke hilir untuk melindungi pelaku UMKM dan masyarakat dalam bertransaksi digital,” kata dia.
Ia tak menyangkal bukan perkara mudah untuk mendigitalisasi UMKM ini karena hanya 21 persen yang sejauh ini memanfaatkan digital di tanah air. Selain itu, indeks literasi digital para pelaku UMKM hingga kini masih dalam skala ‘sedang’.
Menurutnya, kondisi ini disebabkan juga kurangnya talenta digital di kalangan pelaku UMKM.
“Ada pula yang kami amati, ada kecenderungan dari pelaku UMKM yang belum terlalu ingin berkompetisi,” kata dia.
Untuk itu, BI dalam pengembangan digitalisasi UMKM ini menerapkan tiga pilar kebijakan yakni korporatisasi, kapasitas dan akses pembiayaan bekerja sama dengan kementerian/lembaga.
Sejauh ini BI sudah mengembangkan e-farming (pemanfaatan teknologi digital pada pertanian), e-commerce (perluasan pemasaran UMKM melalui saluran pemasaran digital dan pemasaran global), e-financial support (aplikasi digital bagi UMKM untuk laporan keuangan) dan e-payment (QRIS UMKM-sarana pembayaran digital UMKM).
Baca juga: Mendag sebut digitalisasi tiket emas pemulihan ekonomi dari pandemi
Baca juga: Bertemu Ratu Maxima, Pemerintah Indonesia bahas digitalisasi UMKM
Baca juga: BI dorong pelaku UMKM Solo Raya melek digital
Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia Yunita Resmi Sari mengatakan hingga kini penetrasi internet di Indonesia hanya mencapai 76,8 persen atau berada pada urutan 15 di Asia karena masih banyak kawasan remote area yang tidak terjangkau.
“Ketersediaan infrastruktur internet ini sebagian besar didominasi di Jawa, dan kecepatan internet juga masih belum merata. Ini menjadi tantangan utama pengembangan digitalisasi UMKM,” kata Yunita dalam acara Bincang Digitalisasi yang diselenggarakan Kantor Perwakilan BI Sumsel di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis.
Ia mengatakan selain ketersediaan infrastruktur yang belum belum merata, Indonesia juga masih dihadapkan tantangan lain yakni berkembangnya kejahatan siber.
Bagi pelaku UMKM yang terkadang belum melek digital, bisa dikatakan bakal menjadi makanan empuk para pelaku kejahatan siber ini.
“Untuk cyber crime ini, regulator mengantisipasinya dengan pembuat peraturan dan pengawasan dari hulu ke hilir untuk melindungi pelaku UMKM dan masyarakat dalam bertransaksi digital,” kata dia.
Ia tak menyangkal bukan perkara mudah untuk mendigitalisasi UMKM ini karena hanya 21 persen yang sejauh ini memanfaatkan digital di tanah air. Selain itu, indeks literasi digital para pelaku UMKM hingga kini masih dalam skala ‘sedang’.
Menurutnya, kondisi ini disebabkan juga kurangnya talenta digital di kalangan pelaku UMKM.
“Ada pula yang kami amati, ada kecenderungan dari pelaku UMKM yang belum terlalu ingin berkompetisi,” kata dia.
Untuk itu, BI dalam pengembangan digitalisasi UMKM ini menerapkan tiga pilar kebijakan yakni korporatisasi, kapasitas dan akses pembiayaan bekerja sama dengan kementerian/lembaga.
Sejauh ini BI sudah mengembangkan e-farming (pemanfaatan teknologi digital pada pertanian), e-commerce (perluasan pemasaran UMKM melalui saluran pemasaran digital dan pemasaran global), e-financial support (aplikasi digital bagi UMKM untuk laporan keuangan) dan e-payment (QRIS UMKM-sarana pembayaran digital UMKM).
Baca juga: Mendag sebut digitalisasi tiket emas pemulihan ekonomi dari pandemi
Baca juga: Bertemu Ratu Maxima, Pemerintah Indonesia bahas digitalisasi UMKM
Baca juga: BI dorong pelaku UMKM Solo Raya melek digital
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: