Jakarta (ANTARA) - Mengurangi sampah dalam keseharian dengan menerapkan gaya hidup ramah lingkungan bisa dimulai dengan bertanya kepada diri sendiri, apa tujuan yang ingin dicapai, kata pegiat gaya hidup ramah lingkungan Astri Puji Lestari.

"Kita perlu tahu tujuan akhirnya untuk apa," kata Astri dalam webinar "Bicara Ekonomi Sirkular: Pentingnya Data dan Traceability Sampah Plastik", Kamis.

Semua bisa dimulai dari hal yang sederhana, seperti membawa botol minuman sendiri demi mengurangi sampah botol plastik, membawa tas belanja dan sedotan sendiri, atau merencanakan menu mingguan sehingga bisa menyiapkan wadah untuk berbelanja bahan yang diperlukan.

Baca juga: Tips mendaki gunung tanpa sampah

Mengingat perjalanan mengurangi sampah ini berlaku seumur hidup, Astri mengingatkan untuk tetap fleksibel ketika rencana mengurangi sampah terkendala satu dan lain hal.

"Kalau sesekali gagal, enggak apa-apa," ujarnya, mengingatkan untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri.

Agar perjalanan mengurangi sampah menjadi lebih mulus, orang-orang di sekitar juga sebaiknya menjalani gaya hidup yang sama. Dengan dukungan dari orang-orang terdekat, hidup minim sampah bisa lebih mudah diterapkan.

Menurut Astri, ketika berkomitmen untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan, dia menjadi lebih kritis terhadap diri sendiri. Sebelum membeli sesuatu, dia akan mempertimbangkan masak-masak apakah benda yang menarik perhatiannya merupakan keinginan atau kebutuhan.

"Saya merasa punya medium untuk terhadap kebutuhan diri sendiri," katanya.

Menerapkan gaya hidup ramah lingkungan tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada daerah yang sudah punya sarana mumpuni sehingga lebih mudah dalam mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang sampah, tapi ada juga daerah yang sarananya masih terbatas.

"Tantangannya bagaimana buat sistem yang cocok untuk diri sendiri, selain juga dari godaan malas, belum dapat dukungan dari support system dan faktor lainnya," kata dia.

Head of Collect Waste4Change dan Project Manager DIVERT Rizky Ambardi menambahkan, ekonomi sirkular yang fokus pada memanfaatkan sampah agar tetap bernilai lewat daur ulang menghadapi tantangan kurangnya pasokan. Meski jumlah sampah plastik mencapai jutaan ton, tidak semua masuk layak untuk menjadi bahan baku daur ulang.

Ia menuturkan, pabrik pengolahan daur ulang sampah plastik sebetulnya sudah mulai bermunculan, namun sampah-sampah yang masuk kriteria masih terbatas. Untuk bisa didaur ulang, sampah plastik harus sudah dipilah dan dibersihkan. Bank sampah dan Tempat Pembuangan Sampah terpadu dengan sistem Reuse, Reduce dan Recycle berperan dalam menyukseskan proses daur ulang.

"Kita juga enggak benar-benar tahu data suplai (sampah) yang tersedia. Enggak ada live tracking sampah yang dihasilkan berapa," ujarnya.

Belum lagi bila sampah yang sebetulnya layak didaur ulang ternyata belum dipilah sehingga kotor karena tercampur dengan sampah lain, sehingga sulit atau tidak bisa didaur ulang.

Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation, Maya Tamimi, mengatakan pihaknya selalu mendukung ekonomi sirkular dan punya target menggunakan minimal 25 persen plastik daur ulang dalam kemasannya pada 2025.

Baca juga: Perlu upaya konkret tangani sampah plastik yang kian bertambah

Baca juga: Lima tips kelola sampah

Baca juga: Galih Donikara: Regulasi ketat jaga gunung bebas sampah