KPK lakukan penggeledahan di kantor Wali Kota Yogyakarta
7 Juni 2022 16:26 WIB
Petugas KPK saat akan masuk ke Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota Yogyakarta untuk melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan suap yang menyeret mantan Wali Kota Yogyakarta HS, Selasa (7/6/2022). ANTARA/Eka A.R.
Yogyakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa, menggeledah ruang kerja Wali Kota Yogyakarta berkaitan dengan dugaan kasus suap penerbitan perizinan pembangunan apartemen di kota tersebut yang melibatkan mantan Wali Kota Yogyakarta HS dan sejumlah aparatur sipil negara di pemda tersebut.
Penggeledahan bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun Ke-75 Pemerintah Kota Yogyakarta. Sejumlah petugas KPK datang ke kompleks Balai Kota Yogyakarta sekitar pukul 11.00 WIB didampingi personel kepolisian dari Brimob Polda DIY.
Selain di ruang kerja Wali Kota Yogyakarta, penggeledahan kemudian dilanjutkan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Yogyakarta yang juga berada di kompleks Balai Kota Yogyakarta.
Selanjutnya, petugas melakukan penggeledahan di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta.
KPK telah menetapkan empat tersangka untuk kasus suap perizinan apartemen di Kota Yogyakarta, yang terdiri atas tiga dari Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai penerima suap, yaitu mantan Wali Kota Yogyakarta HS, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu NWH serta ajudan dan sekretaris pribadi HS, TBY, serta tersangka pemberi suap dari pengembang yang mengajukan izin ON.
Sementara itu, Koordinator Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta Baharuddin Kamba mengatakan bahwa dugaan kasus suap yang kini tengah diselidiki KPK bisa menjadi pintu masuk untuk menyelidiki penerbitan berbagai perizinan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta, tidak hanya IMB untuk apartemen, tetapi juga perizinan komersial lainnya.
"Saya kira kasus ini juga menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh ASN dan pejabat publik di Pemerintah Kota Yogyakarta untuk selalu menaati aturan serta tidak mudah terpancing menerima sesuatu sebagai imbalan," katanya.
Ia pun berharap agar peran dan fungsi Inspektorat Pemerintah Kota Yogyakarta terus diperkuat sebagai salah satu upaya untuk pencegahan potensi korupsi.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Kota Yogyakarta Dwi Chandra Putra meminta agar perizinan yang diterbitkan semasa mantan Wali Kota Yogyakarta HS menjabat perlu ditelusuri kembali sejalan dengan pernyataan KPK saat memberikan keterangan pers yang menyatakan akan menelusuri perizinan lain yang diduga juga berkaitan dengan gratifikasi.
Dwi Chandra Putra menambahkan bahwa penelusuran dapat diawali dengan perizinan sejumlah bangunan sempat mendapat sorotan publik seperti di Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Kusumanegara, Jalan A.M. Sangaji, dan di Jalan Ipda Tut Harsono.
Jika selama penelusuran ditemukan unsur yang diduga melanggar aturan, lanjut dia, maka akan memperkuat penyidikan yang sedang dilakukan KPK.
"Begitu pula sebaliknya. Jika proses penerbitan izin sudah sesuai dengan aturan, pegawai bisa bekerja dengan nyaman," katanya.
Meski demikian, kata dia, pengembangan kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Wali Kota Yogyakarta HS menjadi kewenangan KPK.
"Apakah hanya akan mengusut kasus perizinan apartemen ini saja atau dikembangkan lebih luas?" katanya.
Penggeledahan bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun Ke-75 Pemerintah Kota Yogyakarta. Sejumlah petugas KPK datang ke kompleks Balai Kota Yogyakarta sekitar pukul 11.00 WIB didampingi personel kepolisian dari Brimob Polda DIY.
Selain di ruang kerja Wali Kota Yogyakarta, penggeledahan kemudian dilanjutkan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Yogyakarta yang juga berada di kompleks Balai Kota Yogyakarta.
Selanjutnya, petugas melakukan penggeledahan di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta.
KPK telah menetapkan empat tersangka untuk kasus suap perizinan apartemen di Kota Yogyakarta, yang terdiri atas tiga dari Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai penerima suap, yaitu mantan Wali Kota Yogyakarta HS, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu NWH serta ajudan dan sekretaris pribadi HS, TBY, serta tersangka pemberi suap dari pengembang yang mengajukan izin ON.
Sementara itu, Koordinator Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta Baharuddin Kamba mengatakan bahwa dugaan kasus suap yang kini tengah diselidiki KPK bisa menjadi pintu masuk untuk menyelidiki penerbitan berbagai perizinan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta, tidak hanya IMB untuk apartemen, tetapi juga perizinan komersial lainnya.
"Saya kira kasus ini juga menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh ASN dan pejabat publik di Pemerintah Kota Yogyakarta untuk selalu menaati aturan serta tidak mudah terpancing menerima sesuatu sebagai imbalan," katanya.
Ia pun berharap agar peran dan fungsi Inspektorat Pemerintah Kota Yogyakarta terus diperkuat sebagai salah satu upaya untuk pencegahan potensi korupsi.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Kota Yogyakarta Dwi Chandra Putra meminta agar perizinan yang diterbitkan semasa mantan Wali Kota Yogyakarta HS menjabat perlu ditelusuri kembali sejalan dengan pernyataan KPK saat memberikan keterangan pers yang menyatakan akan menelusuri perizinan lain yang diduga juga berkaitan dengan gratifikasi.
Dwi Chandra Putra menambahkan bahwa penelusuran dapat diawali dengan perizinan sejumlah bangunan sempat mendapat sorotan publik seperti di Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Kusumanegara, Jalan A.M. Sangaji, dan di Jalan Ipda Tut Harsono.
Jika selama penelusuran ditemukan unsur yang diduga melanggar aturan, lanjut dia, maka akan memperkuat penyidikan yang sedang dilakukan KPK.
"Begitu pula sebaliknya. Jika proses penerbitan izin sudah sesuai dengan aturan, pegawai bisa bekerja dengan nyaman," katanya.
Meski demikian, kata dia, pengembangan kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Wali Kota Yogyakarta HS menjadi kewenangan KPK.
"Apakah hanya akan mengusut kasus perizinan apartemen ini saja atau dikembangkan lebih luas?" katanya.
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022
Tags: