Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan penerapan pajak karbon yang direncanakan mulai berlaku pada Juli 2022 dapat mendorong keadilan untuk meningkatkan penerapan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Dalam diskusi yang digelar Yayasan Perspektif Baru, WALHI Sumatera Utara dan Universitas Sumatera Utara, Surya mengatakan subsidi telah diberikan kepada energi tidak terbarukan seperti bahan bakar fosil yang mengakibatkan ketimpangan.
"Untuk mendapatkan keadilan itulah kemudian diupayakan diberlakukan apa yang disebut pajak karbon atau carbon pricing atau nilai ekonomi karbon," ujar Surya dalam diskusi bertajuk "Mitigasi Perubahan Iklim Melalui Pajak Karbon dan Energi Terbarukan" yang diikuti dari Jakarta, Selasa.
Nilai ekonomi karbon sendiri, dengan di dalamnya terdapat perdagangan karbon, telah diatur dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Baca juga: METI soroti potensi energi terbarukan penuhi kebutuhan dalam negeri
Baca juga: KLHK: RI akan tingkatkan target pengurangan emisi dalam NDC
Dengan adanya pajak karbon tersebut maka akan tercapai keadilan antara energi yang tidak terbarukan, yang beberapa di antaranya mendapatkan subsidi, dengan energi terbarukan.
"Konsekuensinya adalah orang yang tidak ramah terhadap lingkungan, yang mencemari lingkungan, dia tentu harus membayar konsekuensi itu. Sehingga dana yang dibayar itu bisa dipakai untuk kepentingan energi yang lebih terbarukan, energi lebih ramah terhadap lingkungan," kata dosen magister eksplorasi geothermal Universitas Indonesia tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Analis Kebijakan Ahli Madya di Kementerian Keuangan Hadi Setiawan mengatakan tujuan dari penerapan pajak karbon bukanlah untuk penerimaan tapi mendorong perubahan perilaku demi mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca.
Pajak karbon, jelasnya, adalah salah satu instrumen nilai ekonomi karbon yang merupakan bentuk dari pungutan atas karbon.
"Bertujuan untuk mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Sehingga dapat digunakan untuk mendukung target penurunan emisi gas rumah kaca dalam jangka menengah dan panjang," katanya.
Baca juga: Menkeu: Pengurangan CO2 di sektor energi bisa ganggu perekonomian
Baca juga: Menteri LHK sebut masih banyak harus dieksplor terkait karbon biru
Pajak karbon diharapkan dorong penerapan energi terbarukan
7 Juni 2022 15:59 WIB
Tangkapan layar Ketua Umum METI Surya Darma (kanan) dalam diskusi virtual USU, WALHI Sumut dan Yayasan Perspektif Baru diikuti dari Jakarta, Selasa (7/6/2022) (ANTARA/Prisca Triferna)
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022
Tags: