Jakarta (ANTARA News) - Kisruh di tubuh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) bagai luka lama yang tak kunjung diobati.

Dan pemain pun tersakiti, begitu juga pecinta sepakbola.

Perseteruan masih seputar kompetisi mana yang sah dan diakui legal oleh PSSI, antara Indonesia Primer League (IPL) yang diselenggarakan PT LPIS, dan Indonesia Super League (ISL) yang diselenggarakan PT Liga Indonesia.

Jika dulu, Nurdin Halid cs menganggal IPL ilegal, kini PSSI di bawah kepimpinan Djohar Arifin Husin IPL malah dilegalkan.

Benang-benang perajut sepakbola Indonesia semakin kusut. Beberapa klub yang membelot ke ISL dijatuhi hukuman. Pemain-pemain berbakat terancam tak memperkuat timnas karena berada di klub yang dijatuhi sanksi.

Ironisnya, prestasi sepakbola Indonesia belum memuaskan. Suporter pun semakin kecewa.

"Pemain bola Indonesia yang berbakat itu melimpah, akan tetapi semua akan sia-sia karena pembinaan dan kinerja manajemen PSSI tidak benar," ujar seorang suporter bola Indonesia, Budhi Triyono (24).

Budi menilai PSSI dan dunia sepakbola nasional sudah diracuni politik.

"Selama dunia sepakbola masih dicampuradukkan dengan dunia politik, yakin deh, selama itu pula sepakbola Indonesia tidak akan maju," keluhnya.

Ia menambahkan, "Djohar itu fisiknya saja yang menjadi status Ketua PSSI, tetapi otaknya tetap Arifin Ponogoro. Dulu ISL yang legal dan IPL yang ilegal, sekarang kebalikannya. Aneh...jelas ini perang oknum. Sudah tidak respeklah sama PSSI."

Tapi Budhi yakin, para suporter akan selalu mendukung sepakbola Indonesia, tanpa melihat siapa yang memimpin PSSI, tak peduli kisruh menyelimuti organisasi sepakbola itu.

"Lihat saja bagaimana antusiasme masyarakat indonesia ketika timnas main di GBK (Gelora Bung Karno). Selalu penuh," ujar pegawai bank itu.

Hal senada diungkapan pecinta sepak bola lainnya, Bowo Hoetomo (25). Menurut Bowo, jika niatnya memajukan sepakbola Indonesia maka seharusnya itu tidak sulit.

"Harapannya kedua belah pihak, Nirwan Bakrie dan Arifin Panigoro, meletakkan ego masing-masing untuk bisa duduk bersama-sama," ujarnya.

Bowo menilai para pengurus dan pengelola sepakbola Indonesia tak mau peduli pada kualitas sepakbola nasional.

"Pemain bola Indonesia berbakat kok, terutama level junior, tetapi follow up-nya tidak ada, kompetisi junior tidak ada," kata Bowo.

Sementara Nurul Izza, karyawati pecinta sepakbola Indonesia lainnya, optimistis sepakbola Indonesia bakal mendunia. "Coba cari di Papua dan kawasan timur lainnya banyak sekali bibit-bibit potensial yang bisa diolah menjadi pemain kelas internasional," katanya.

Asalkan, tambah Nurul, pengurus PSSI harus berorientasi benar kepada kemajuan sepakbola Indonesia.

"Kalau orientasinya sepakbola dengan sendirinya akan terus menerus berusaha untuk menciptakan prestasi yang baik. Tetapi kalau orientasinya uang, ya pastinya semua akan berlomba-lomba buat mengisi kantong masing-masing," ujar Nurul.

Adi Endar, juga pecinta sepakbola nasional, menilai PSSI hanya bekutat dalam soal keorganisasian dan ini menyulitkan sepakbola Indonesia dalam memajukan dirinya.

"PSSI melupakan kaderisasi pemain muda dan pembinaan klub maupun timnas," ujar Adi.

Ironis memang, urusan sepakbola yang seharusnya milik masyarakat, malah dinodai oleh kisruh yang dipicu beberapa oknum. Kalau sudah begitu, bagaimana bisa pemain-pemain berbakat membawa nama harum sepakbola Indonesia?

Selasa ini, Djohar Arifin Husin menyatakan siap menemui semua klub ISL. Apakah Djohar cs dan mereka yang berseteru dengannya bisa duduk bersama mengatasi konflik mereka demi memajukan sepakbola nasional?

(*)