Jakarta (ANTARA News) - Ide segar bisa datang dari mana saja. Salah satunya disampaikan oleh Direktur Utama PT Pupuk Sriwijaya Holding, Arifin Tasrif.
Saya sangat tertarik dengan ide baru yang bisa sedikit mengatasi kesulitan gas untuk bahan baku pupuk. Ketika ide teman-teman Pupuk Sriwijaya ini saya sampaikan dalam pertemuan khusus dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beliau juga sangat memuji.
Ide ini juga menjadi bukti bahwa berpikir kreatif lebih penting daripada terus-menerus mengeluh. Selama ini ada gejala terlalu banyak energi para pimpinan BUMN untuk mengeluh, mengomel, ikut menghujat, termasuk soal kekurangan gas untuk bahan baku pabrik pupuk ini.
Sampai-sampai saya pernah sangat kasihan pada industri pupuk yang harus menutup pabriknya karena kekurangan gas. Sampai-sampai, sewaktu saya menjabat Dirut PLN, saya menegaskan, "Biarlah gas-gas di Sumsel lebih diutamakan untuk pupuk. Padahal saat itu PLN sendiri sangat membutuhkan gas."
Tentu banyak teman PLN yang kurang setuju. Namun, saya punya logika sendiri. PLN masih bisa mencari sumber listrik dari bahan baku lain. Bahkan, untuk Sumsel bahan baku itu melimpah: batu bara dan air. Sementara itu, pabrik pupuk Sriwijaya harus tutup kalau tidak mendapat gas.
Memang PLN tetap memerlukan gas. Sebenarnya tidak harus sebanyak kapasitas pembangkitnya. Gas untuk PLN harus hanya untuk lima atau tujuh jam sehari, yakni antara pukul 16.00 dan 22.00.
Memang harus ada pemikiran yang radikal. PLN perlu membuat tangki CNG (Compressed Natural Gas). Agar gas yang mengalir 24 jam itu, jangan dipakai 24 jam, tapi ditampung dulu dalam satu tangki. Gas itu harus dimampatkan agar tangkinya tidak terlalu besar. Baru pada jam yang diperlukan gas tersebut dipakai.
Katakanlah di satu pulau atau di satu daerah atau di satu sistem, kebutuhan tetap (dasar) listrik sepanjang hari sebesar 1.000 megawatt. Baru pada jam-jam tertentu kebutuhan itu meningkat menjadi 1.200 MW. Sebaiknya yang 1.000 MW harus diisi dengan pembangkit bertenaga batu bara. Ditambah dengan geotermal dan air. Ini sesuai dengan sifat batu bara, geotermal, dan air yang produksinya konstan. Baru pada jam-jam tertentu itu menggunakan gas.
Dengan demikian, dalam keadaan negara yang lagi kekurangan gas seperti sekarang, manajemen gas secara nasional bisa dilakukan dengan tepat.
Bisa jadi teman-teman PLN tidak setuju dengan ide seperti ini. Itu wajar karena orang PLN harus membela perusahaannya lebih dulu. Namun, kalau kita sudah berbicara kepentingan nasional, tidak bisa lagi masing-masing sektor berpikir egois.
Bisa jadi efisien di satu tempat, membuat pemborosan yang luar biasa di tempat lain. Bisa jadi kepuasan di satu tempat, menimbulkan ketidakpuasan di banyak tempat. Di sini harus ada manajemen nasional di bidang gas. Ego sektor yang selama ini menjadi salah satu kelemahan kita bersama harus diatasi.
Tentu PLN tidak seperti itu. PLN sudah melahirkan ide CNG sejak dua tahun lalu. Kini, proyek CNG PLN yang pertama sedang dalam pengerjaan. Semoga segera dibangun proyek serupa--besar-besaran--di semua daerah. Secara nasional manajemen gas kita yang lagi sulit akan bisa lebih baik.
Demikian juga industri. Masing-masing industri harus berpikir untuk melakukan manajemen gas. Industri yang hanya menggunakan gas 12 jam sehari, harus melakukan manajemen gas yang berbeda dengan industri yang menggunakan gas 24 jam. Industri yang libur pada hari Sabtu dan Minggu harus diperlakukan tidak sama dengan industri yang bekerja 24 jam dalam 7 hari seminggu. Oleh karena itu, pengadaan receiving terminal gas yang ebentar lagi selesai sangat cocok untuk melengkapi sistem manajemen gas yang tepat.
Ide baru perubahan manajemen gas seperti itulah yang sedang dirancang oleh teman-teman Pupuk Sriwijaya sekarang ini. Dulunya Pupuk Sriwijaya itu seperti "melihat gajah di pelupuk mata". Mereka mengeluh luar biasa akibat kekurangan gas sebagai bahan baku pupuk. Namun, mereka lupa bahwa mereka sendiri ternyata melakukan pemborosan gas yang tidak perlu. Mereka telah menggunakan gas untuk membangkitkan listrik untuk kepentingan pabriknya. Inilah yang akan diubah oleh teman-teman Pupuk Sriwijaya.
Mereka akan segera membangun pembangkit listrik tenaga batu bara. Kalau PLTU ini sudah jadi, gas sebesar 40 juta mscfd bisa dihemat. Bisa dialihkan untuk bahan baku. "Bisa untuk menghidupkan satu pabrik tersendiri dengan kapasitas 1 juta ton/tahun," ujar Arifin Tasrif.
Bahkan, mungkin tidak perlu menunggu PLTU-nya jadi. Sekarang ini sistem kelistrikan di Sumsel sudah tidak krisis lagi. Pembangkit-pembangkit baru sudah banyak yang mulai menghasilkan listrik, termasuk geotermal Ulubelu sebentar lagi selesai dibangun.
Pabrik-pabrik pupuk yang lain akan mengikuti logika tersebut. Maka, energi besar yang selama ini dipergunakan untuk mengeluh, terbukti bisa diubah menjadi energi yang sangat positif. Betapa pentingnya menggunakan kapasitas berpikir untuk sesuatu yang positif dan kreatif.
Bahkan, PLN atau pabrik pupuk bisa melakukan pembicaraan swap energi dengan kilang LNG, baik di Tangguh maupun di Bontang. Gas yang dipergunakan untuk membangkitkan listrik (untuk mencairkan gas) di dua terminal LNG tersebut sangat besar. Bisa saja PLN atau siapa pun membangunkan PLTU batu bara di dua lokasi tersebut. Lalu gas yang dibakar di situ diminta untuk kepentingan yang lebih strategis. Di Bontang swap gas itu bisa untuk pabrik Pupuk Kaltim, sedangkan di Tangguh bisa untuk listrik Papua.
***
"Kapal 3 in 1"
Ide kreatif juga datang dari PT Pelni. Direktur Utama Pelni, Jussabella Sahea, menyampaikan kepada saya tentang ide baru "Kapal 3 in 1". Ide ini bermula dari menurunnya jumlah penumpang kapal. Sejak maraknya penerbangan murah 10 tahunan yang lalu, penumpang kapal Pelni menurun drastis. Tinggal 50 persennya. Tentu Pelni mengalami kerugian yang sangat besar.
Padahal Pelni tidak boleh menghentikan operasi. Pelni harus tetap mengemban tugas merangkai pulau-pulau Nusantara. Kalau Pelni tidak beroperasi, tidak ada pilihan bagi masyarakat golongan bawah yang ingin bepergian. Sekarang saja, kalau ada kapal Pelni yang masuk dok (diperbaiki), harga-harga barang di suatu daerah terpencil langsung naik drastis.
Di samping itu, penumpang Pelni adalah juga para pedagang kecil yang hanya dengan menggunakan Pelni dia bisa membawa barang dalam jumlah yang banyak dengan biaya yang murah. Bahkan, untuk kilogram tertentu tidak perlu membayar.
Pada saat pesawat semakin ketat dalam mengontrol berat barang bawaan, Pelni menjadi tumpuan pedagang kecil antarpulau. Memang kadang agak keterlaluan. Barang yang dibawa bukan lagi ratusan kilo, melainkan mendekati ton. Kalau ditegur bisa memecah kaca terminal. Inilah yang membuat Pelni kian sulit.
Melihat gejala baru itu, teman-teman di Pelni bertekad mengubah semua kapalnya menjadi "Kapal 3 in1". Agar tidak hanya bisa mengangkut orang. Kapal Pelni juga harus bisa mengangkut barang dan ternak. Artinya sebagian ruang penumpang yang kini separuh kosong itu diubah untuk bisa dimasuki kontainer, setidaknya 20 kontainer. Bahkan, mungkin kontainer yang lebih kecil.
Direksi Pelni sedang mendesain kontainer mini itu. Sekaligus untuk menambah fleksibilitas. Juga agar biaya modifikasinya lebih murah. Cukup mengadakan krane yang ukurannya kecil yang lebih murah.
Untuk itu, Pelni akan bekerjasama dengan Fakultas Teknik Perkapalan Institut Teknologi Surabaya (ITS). ITS sudah punya pengalaman meredesain kapal Pelni untuk kepentingan serupa.
Beberapa hari lalu, sebelum matahari terbit, saya melihat kapal yang sudah dimodifikasi itu di Tanjungpriok. Sekalian melihat terminal baru penumpang Pelni di situ. Terminal baru yang dibangun Pelindo II ini berselera tinggi. Tidak kalah dengan bandara sekelas Juanda Surabaya. Desainnya futuristik. Ruang tunggunya mengejutkan. Apalagi kalau pohon-pohon yang saya minta ditanam banyak-banyak di situ sudah besar nanti. Penumpang kapal Pelni tidak akan merasa rendah diri dibanding penumpang pesawat terbang.
Saya juga sudah menyampaikan ide kreatif seperti ini kepada Presiden SBY. Beliau sangat menghargai bahkan berharap bisa ikut mengatasi kesulitan sistem logistik nasional, terutama untuk daerah-daerah yang belum berkembang.
Jawa, misalnya, memerlukan daging sapi yang luar biasa besar. Akan tetapi, kiriman sapi dari Indonesia Timur sangat mahal. Ini karena tidak ada kapal khusus angkutan sapi. Kapal khusus sapi harus besar. Padahal sapi yang akan diangkut meskipun banyak tapi tersebar di daerah-daerah kecil. Tidak mungkin kapal khusus bisa melayaninya.
Dengan kapal Pelni "3 in1", maka lima atau enam ekor sapi dari satu daerah sudah bisa diangkut ke Jawa dengan ongkos yang murah.
Presiden berharap ide kreatif ini bisa mendorong masyarakat di Indonesia timur lebih semangat menternakkan sapi. Bisa menjual sapi dengan mudah dengan harga yang baik.
Tentu penumpang Pelni tidak perlu merasa "kok disatukan dengan sapi". Bukankah penumpang pesawat juga tidak merasa disatukan dengan jenazah ketika pesawat itu sedang mengangkut jenazah? Tentu sapi-sapi itu tidak akan dimasukkan peti mati, tapi akan dimasukkan dalam kontainer, yakni kontainer khusus yang kini lagi dipikirkan desainnya. Satu sapi satu kontainer. Dengan demikian, sapi di pelabuhan sudah dikemas dalam kontainer.
Tidak akan ada pemandangan sapi gila yang mengamuk karena tidak mau digiring ke kapal.
Ide ini sekaligus untuk mengatasi ketidakseimbangan angkutan barang antarwilayah Indonesia. Kapal-kapal Pelni yang menuju Indonesia Timur itu selalu penuh barang kalau meninggalkan Jakarta atau Surabaya. Namun, ketika kembali ke Jawa tidak banyak barang yang diangkut. Sayang sekali kalau kapal itu kosong. Dengan angkutan barang dan ternak ini, kapal Pelni yang kembali ke Jawa bisa penuh muatan. Dengan demikian, pendapatan Pelni bisa lebih baik. "Bisa naik 300 persen," ujar Jussabella.
Kreativitas seperti itu akan terus didorong di semua BUMN agar bisa menggantikan sikap hanya bisa mengeluh atau cengeng.
*Menteri BUMN
Manufacturing hope 8: Mengubah pemikiran 'Gajah di Pelupuk Mata'
8 Januari 2012 19:38 WIB
Menteri BUMN Dahlan Iskan (FOTO ANTARA)
Oleh Dahlan Iskan*
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2012
Tags: