Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Presidensi G20 Indonesia Bidang Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan pertemuan Health Working Group (HWG) ke-2, isu membuka akses dan suplai esensial kesehatan menjadi salah satu kunci pembahasan pertemuan tersebut, dengan mekanisme seperti ACT Accelerator dalam penanganan COVID-19.

"Upaya untuk mendekatkan akses kesehatan dan suplai esensial ini juga menjadi salah satu kunci pembahasan Health Working Group ke-2 ini," kata Nadia dalam konferensi pers virtual yang diikuti dari Jakarta, Jumat.

Nadia mengatakan inisiatif seperti mekanisme ACT Accelerator yang diluncurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dan mitra lainnya pada April 2020, dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, dapat menjadi pertimbangan untuk mempermudah akses alat dan suplai esensial kesehatan menghadapi potensi pandemi berikutnya.

Baca juga: Kemenkes: HWG G20 sepakat harmonisasi protokol kesehatan global

ACT Accelerator dilakukan memastikan distribusi yang merata ke seluruh negara dalam berbagai akses dan suplai esensial untuk menghadapi COVID-19, termasuk untuk pengujian, terapi dan vaksin.

"Kemudian kita membuat suatu model secara global yang lebih sustain, untuk mempertahankan dan memudahkan akses, mendekatkan akses alat kesehatan dan suplai esensial kesehatan lainnya, serta memudahkan mobilisasi bila kita menghadapi pandemi berikutnya," tutur Nadia yang juga Sekretaris Ditjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI.

Nadia mengatakan berbagai langkah penguatan arsitektur kesehatan global didorong Indonesia dalam pertemuan negara anggota G20 di bidang kesehatan itu.

Baca juga: Indonesia dorong langkah penguatan arsitektur kesehatan di HWG ke-2

Baca juga: Di Yogyakarta, pertemuan perdana Health Working Group G20


Beberapa isu yang akan dibahas juga termasuk terkait dana perantara keuangan (financial intermediary fund/FIF).

Dalam pertemuan itu diharapkan ada kesepakatan negara-negara G20 untuk terus memanfaatkan GISAID sebagai platform yang sifatnya berbagi data sebagai bentuk surveilans global.

Diharapkan GISAID digunakan bukan hanya berbagi data mengenai influenza atau SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, tapi juga berbagai virus lain yang berpotensi menyebabkan pandemi.