Medan (ANTARA News) - Besi dan baja asal China dipastikan semakin membanjiri Sumatera Utara tahun ini karena bisnis properti dperkirakan meningkat lagi.

"Barang impor itu tidak terelakkan karena menurut pedagang, produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan yang terus meningkat," kata Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sumut, Tomi Wistan, di Medan, Sabtu.

Kebutuhan baja dan besi diakui meningkat terus karena bisnis properti khususnya rumah dan toko serta pusat perbelanjaan mewah dan perkantoran masih menjanjikan hingga tahun 2013.

Pengembang sendiri tidak mempersoalkan apakah barang itu produk dalam maupun luar negeri ."Yang penting barangnya ada, harga tidak bergejolak signifikan dan mutunya sesuai standar," katanya.

Pemerintah, kata dia, dipastikan baru akan mengizinkan produk impor itu masuk kalau sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). "Jadi kalau pun barang dari luar negeri tidak ada masalah karena mutunya sesuai standar," katanya.

Dia menjelaskan, sektor properti di dalam negeri diperkirakan masih terus berlangsung bagus hingga tahun 2013, menyusul semakin membaiknya perekonomian dan masih besarnya kebutuhan.

Setelah 2009 sempat sepi, mulai 2010 hingga tahun ini permintaan properti terus naik dan itu membuat pengembang bergairah.

Menurut dia, meningkatnya permintaan properti didorong membaiknya perekonomian pascakrisis global, dan memang masih besarnya kebutuhan masyarakat atas rumah dan perkantoran dan suku bunga kredit kepemilikan rumah (KPR) yang juga masih relaif rendah.

"Permintaan diperkirakan baru akan sedikit melemah pada 2014 karena pada tahun itu ada geliat politik yakni Pemilu Presiden yang biasanya membuat warga memilih "wait and see", sehingga permintaan properti sepi," ujar Tomi.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Suharno, mengakui, nilai impor besi dan baja Sumut hingga November tahun lalu naik cukup besar atau bertumbuh 6,42 persen dari periode sama tahun 2010.

Pada Jqnuari-November 2011, nilai impor golongan barang itu mencapai 214,807 juta dolar AS dari periode sama tahun 2010 yang masih 146,704 juta dolar AS. (ANT)