Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon menyarankan agar pemerintah dapat membentuk satuan tugas (satgas) untuk menanggulangi wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang saat ini menjangkiti hewan ternak di sejumlah daerah.

"HKTI meminta pemerintah untuk membentuk Satgas PMK, sehingga penanganannya semakin serius dan fokus," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, satgas tersebut perlu diisi oleh berbagai lintas kementerian dan para pakar yang memantau dan membuat kebijakan setiap harinya, seperti Satgas COVID-19.

Selain itu, ia juga menyarankan agar adanya penyiapan anggaran khusus untuk penanganan PMK, yang juga harus segera dianggarkan dalam APBN.

"Wabah PMK yang menyerang hewan ternak berkuku belah, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi, memang mengejutkan dunia peternakan di tanah air. Penyakit infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular pada hewan ternak tersebut terakhir kali menjadi wabah di Jawa pada tahun 1983. Artinya, hampir empat dekade lalu," kata Fadli Zon.

Sejak 1990, lanjutnya, Indonesia sebenarnya telah dinyatakan bebas PMK hewan ternak oleh WHO (World Health Organization), sehingga munculnya wabah PMK kali ini benar-benar mengejutkan.

Mengutip data terbaru Kementerian Pertanian (Kementan), ujar dia, wabah PMK saat ini sudah tersebar di 52 kabupaten/kota yang ada di 15 provinsi. Artinya, sebaran penularannya cepat sekali. Sebelumnya kasus baru ditemukan di dua provinsi, tapi kini sudah tersebar di 15 provinsi.

"HKTI mendukung gerak cepat pemerintah yang telah menetapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) dan pengetatan lalu lintas hewan untuk wilayah-wilayah yang telah terjangkit wabah PMK. Kebijakan ini sangat diperlukan, apalagi kita sebentar lagi menghadapi momen Idul Adha," katanya.

Selain mengatasi wabahnya itu sendiri, pemerintah juga harus memperhatikan dampak ekonomi yang dihadapi para peternak, karena kerugian moril dan materil bagi peternak ini harus diantisipasi sedemikian rupa agar jangan sampai peternak jatuh semangat gara-gara merugi.

Ketum HKTI menuturkan pihaknya menyarankan dilakukannya maximum security dengan menerapkan country based impor daging sapi, sesuai amanat UU Nomor 18 Tahun 2009 yang diperbarui dengan UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Ini penting, untuk memudahkan identifikasi virus PMK yang masuk. Terbukti, tanpa country based, kita hingga saat ini belum juga dapat memastikan dari mana asal virus PMK yang masuk ke Indonesia," katanya.

Kedua, HKTI menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan ketertelusuran dan rantai pasokan terhadap seluruh produk daging dan pangan secara umum sebagai bagian dari manajemen data dan risiko pangan.

Ketiga, selain menggalakkan vaksinasi, HKTI juga menyarankan dilakukannya stamping out ternak yang sudah terinfeksi parah virus PMK. Tentunya ternak-ternak yang telah terinfeksi ini dibeli terlebih dulu oleh pemerintah sesuai harga pasar, agar peternak tidak merugi.

"Dalam jangka panjang HKTI menyarankan agar pemerintah mendirikan pusat-pusat kesehatan hewan di tiap kecamatan, terutama di daerah-daerah yang jadi basis peternakan. Puskeswan akan jadi ujung tombak dalam mengobati, mencegah, serta mendeteksi secara dini penyakit-penyakit dan virus-virus yang menulari hewan ternak," paparnya.


Baca juga: Komisi IV dorong status wabah PMK jadi bencana nasional
Baca juga: MUI: Hewan kurban terkena PMK kategori berat tidak sah disembelih
Baca juga: KUD Argopuro Probolinggo lockdown akibat ratusan ternak terkena PMK