G20 Indonesia
T20: Butuh investasi 125 triliun dolar AS untuk capai emisi nol bersih
2 Juni 2022 19:59 WIB
Tangkapan layar - Lead Co-Chair T20 Indonesia Bambang Brodjonegoro dalam Webinar T20 Indonesia di Jakarta, Kamis (2/6/2022). ANTARA/Agatha Olivia/pri.
Jakarta (ANTARA) - Lead Co-Chair Think 20 (T20) Indonesia Bambang Brodjonegoro mengatakan dunia membutuhkan investasi terkait iklim sebesar 125 triliun dolar AS untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050, jika mengutip data The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
"Ini termasuk investasi tahunan sebesar 32 triliun dolar AS di enam sektor utama yang menyumbang sepertiga dari produk domestik bruto (PDB) dunia tahun 2021," ungkap Bambang dalam Webinar T20 Indonesia di Jakarta, Kamis.
Adapun keenam sektor yang dimaksud adalah listrik yang membutuhkan 16 triliun dolar AS, transportasi sebesar 5,4 triliun dolar AS, dan gedung sebanyak 5,2 triliun dolar AS.
Kemudian, sektor industri yang membutuhkan investasi sebesar 2,2 triliun dolar AS, bahan bakar emisi rendah senilai 1,5 triliun dolar AS, serta agrikultur, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya sebanyak 1,5 triliun dolar AS.
Kendati begitu, Bambang berpendapat terdapat permasalahan mengenai kesenjangan yang lebar antara kapasitas pembiayaan ekonomi hijau negara berkembang dengan negara maju.
"Kapasitas ekonomi negara berkembang secara alami lebih rendah daripada negara maju. Tidak mengherankan bahwa mereka memiliki kapasitas fiskal dan moneter yang lebih kecil," ungkapnya.
Menurut dia, hal tersebut diperburuk dengan pandemi yang telah mengambil ruang pembiayaan dan membutuhkan tindakan transisi iklim yang lebih besar.
Banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah yang memiliki komitmen terhadap dekarbonisasi, sering terhambat oleh ruang fiskal yang terbatas dan kendala pembiayaan eksternal yang mengikat.
Bahkan sebelum COVID-19, lanjut dia upaya dekarbonisasi skala besar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengorbankan anggaran lainnya yang penting untuk agenda pembangunan ekonomi jangka panjang seperti infrastruktur dasar, sekolah, dan rumah sakit.
"COVID-19 semakin memperparah kendala fiskal yang dihadapi negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah," ucap dia.
Maka dari itu, ia berharap kolaborasi antar negara sangat diperlukan untuk menjawab tantangan yang ada untuk mengatasi perubahan iklim.
Baca juga: Himpuni siap berperan aktif di G20 dan T20
Baca juga: Webinar T20 bahas manfaat teknologi digital untuk industri kreatif
Baca juga: T20: Investasi infrastruktur digital masih diperlukan untuk negara G20
"Ini termasuk investasi tahunan sebesar 32 triliun dolar AS di enam sektor utama yang menyumbang sepertiga dari produk domestik bruto (PDB) dunia tahun 2021," ungkap Bambang dalam Webinar T20 Indonesia di Jakarta, Kamis.
Adapun keenam sektor yang dimaksud adalah listrik yang membutuhkan 16 triliun dolar AS, transportasi sebesar 5,4 triliun dolar AS, dan gedung sebanyak 5,2 triliun dolar AS.
Kemudian, sektor industri yang membutuhkan investasi sebesar 2,2 triliun dolar AS, bahan bakar emisi rendah senilai 1,5 triliun dolar AS, serta agrikultur, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya sebanyak 1,5 triliun dolar AS.
Kendati begitu, Bambang berpendapat terdapat permasalahan mengenai kesenjangan yang lebar antara kapasitas pembiayaan ekonomi hijau negara berkembang dengan negara maju.
"Kapasitas ekonomi negara berkembang secara alami lebih rendah daripada negara maju. Tidak mengherankan bahwa mereka memiliki kapasitas fiskal dan moneter yang lebih kecil," ungkapnya.
Menurut dia, hal tersebut diperburuk dengan pandemi yang telah mengambil ruang pembiayaan dan membutuhkan tindakan transisi iklim yang lebih besar.
Banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah yang memiliki komitmen terhadap dekarbonisasi, sering terhambat oleh ruang fiskal yang terbatas dan kendala pembiayaan eksternal yang mengikat.
Bahkan sebelum COVID-19, lanjut dia upaya dekarbonisasi skala besar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengorbankan anggaran lainnya yang penting untuk agenda pembangunan ekonomi jangka panjang seperti infrastruktur dasar, sekolah, dan rumah sakit.
"COVID-19 semakin memperparah kendala fiskal yang dihadapi negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah," ucap dia.
Maka dari itu, ia berharap kolaborasi antar negara sangat diperlukan untuk menjawab tantangan yang ada untuk mengatasi perubahan iklim.
Baca juga: Himpuni siap berperan aktif di G20 dan T20
Baca juga: Webinar T20 bahas manfaat teknologi digital untuk industri kreatif
Baca juga: T20: Investasi infrastruktur digital masih diperlukan untuk negara G20
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: