Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI mempermudah alur birokrasi perizinan pemanfaatan bahan baku obat domestik melalui Program Change Source untuk meningkatkan kemandirian Indonesia dalam bidang kefarmasian.

"Kalau kita mengubah bahan baku obat yang tadinya impor, misalnya dari China, kemudian diubah bahan bakunya dari Kimia Farma, perizinannya, rumitnya, panjangnya ampun-ampunan," kata Budi Gunadi Sadikin dalam agenda Kick Off Change Source di PT Kimia Farma Sungwun Pharmachopia Delta Silicone 1 Lippo Cikarang, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis.

Berdasarkan introspeksi Kemenkes terhadap alur birokrasi, kata Budi, maka dibutuhkan reformasi dari sisi regulasi, agar segala sesuatunya bisa dipermudah. Program Change Source difasilitasi oleh Kemenkes RI melalui Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Baca juga: Jamaah haji yang PCR-nya positif terancam tertunda pemberangkatannya

Budi mengatakan hingga saat ini sejumlah perusahaan farmasi yang berdomisili di Indonesia telah mengambil bagian dalam program tersebut.

Perusahaan yang dimaksud di antaranya Kimia Farma Sungwun Pharmacopia, Riasima, Ferron Par Pharmaceutical, Daewoong Infion, Kimia Farma, Dexa Medica, Kalbe Farma, Otto Pharmaceutical, Pertiwi Agung, Novell Pharmaceutical Laboratories, Phapros, Lapi Laboratories, Meprofarm, dan Dipa Pharmalad.

"Perusahaan farmasi itu tadinya menggunakan bahan baku obat impor, sekarang ada nih bahan baku dalam negeri, itukan ada izin-izin untuk mengubah, nah itu difasilitasi oleh Kemenkes," katanya.

Budi berharap Change Source dapat mempercepat perubahan bahan baku obat yang tadinya impor menjadi produksi dalam negeri.

Baca juga: Kemenkes: 95,7 persen calon jamaah haji penuhi syarat ke Tanah Suci

Program tersebut ditargetkan bergulir mulai September 2022. "Karena sudah harus masuk dalam katalog elektronik untuk pengadaan 2023," katanya.

Budi mengatakan saat ini terdapat sejumlah perusahaan farmasi di Tanah Air yang belum bergabung dalam program tersebut dan memilih untuk tetap menggunakan bahan baku obat secara impor, di antaranya PT Sanbe Farma dan PT Konimex.

Menyikapi situasi itu, Kemenkes akan memanggil perusahaan yang dimaksud untuk dimintai klarifikasinya. "Yang bisa kita lakukan, pertama kita panggil, kalau tidak mau juga, kita bekukan produk-produknya di katalog elektronik, karena arahan Bapak Presiden sudah jelas, semua pembelian produk obat oleh pemerintah akan diprioritaskan ke produksi dalam negeri," katanya.

Baca juga: Kemenkes: 8 provinsi jadi target prioritas eliminasi TBC di Indonesia

Dampak terhadap pembekuan promosi produk di katalog elektronik, kata Budi, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak bisa beli obat dari perusahaan tersebut.

"Kalau pasar di luar lingkup pemerintahan boleh ditawarkan (produknya), tapi pembelian dari pemerintah diarahkan pada pada produsen dalam negeri yang berkomitmen untuk membangun industri dalam negeri, sehingga lapangan kerjanya lebih banyak dan pendapatan pajak lebih banyak," katanya.

Budi berharap implementasi Change Source dapat memperkuat ketahanan kesehatan untuk menghadapi risiko pandemi di masa depan. "Sehingga kalau ada pandemi lagi, kita tidak panik cari (obat) ke negara lain," katanya.

Pada acara yang sama, Direktur Utama PT Kimia Farma Honesti Bachir mengatakan 90 persen lebih bahan baku obat dalam negeri merupakan barang impor.

Baca juga: Kemenkes sebut penemuan-pelaporan kasus TBC 2022 masih alami kendala

Ia merasakan betapa rumitnya sistem birokrasi dalam industri farmasi di Indonesia, terutama dalam proses transisi dari pemanfaatan bahan baku impor ke bahan baku dalam negeri.

"Itu harus ada penyesuaian untuk membuktikan bahwa formula yang baru itu memang sama dengan formula yang sebelumnya," katanya.

Sistem birokrasi tersebut di antaranya mekanisme perizinan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) hingga sertifikat halal.

Honesti optimistis, Kimia Farma dapat mengurangi ketergantungan bahan baku obat impor hingga 20 persen melalui Program Change Source Kemenkes RI.

Berdasarkan Peta Jalan Produksi Kimia Farma hingga 2026, terdapat 24 bahan baku obat dalam negeri. Sebanyak 12 di antaranya telah diproduksi dan memperoleh sertifikasi serta dinyatakan halal.

Baca juga: Kemenkes buka program bantuan pendidikan untuk dokter spesialis