Depok (ANTARA News) - Musim penghujan yang tengah menuju puncaknya pada Januari-Februari 2012 ini mengakibatkan berbagai wilayah di Indonesia mulai dikepung banjir.

Di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, misalnya, air bah atau banjir bandang menyapu 10 dari 12 kecamatan mengakibatkan 52.316 warga mengungsi, satu orang tewas dan enam lainnya hilang

Menurut Kepala sub-bidang Cuaca Ekstrem Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisikan (BMKG) Pusat, Kukuh Rubidianto, daerah yang patut mewaspadai terjangan banjir rutin akibat tingginya curah hujan itu di antaranya Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan tentu saja pulau Jawa.

Banjir bandang juga menyebabkan kecamatan Silaut V, Silaut VI, base camp PT Incasi Raya, dan Lunang III, terisolasi karena jalan raya yang menghubungkan Padang dan Bengkulu terputus. Saat ini pengungsi tinggal di rumah kerabat atau rumah penduduk. Mereka sangat memerlukan bantuan pangan dan sandang.

Di Solo, 3.684 keluarga yang tersebar di Kelurahan Jebres, Pucangsawit, Sewu, Gandekan, Mojosongo, Sangkrah, Kedunglumbu, Pasar Kliwon, Semanggi, Joyosuran dan Joyontakan, rumahnya terendam luapan air Sungai Bengawan Solo.

Dalam sepekan ke depan ini Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta memberlakukan siaga bencana, menyiapkan logistik sampai menerjunkan perangkat evakuasi di wilayah masuk daerah merah (rawan banjir). Pemicu banjir adalah limpahan air hujan dari daerah hulu sungai Bengawan Solo yaitu di Wonogiri dan Klaten.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo bahkan menjadikan wilayahnya dalam kondisi siaga satu banjir, sebab daerah-daerah di hulu sungai Bengawan Solo, seperti Klaten dan Sukoharjo, sudah mengalami banjir akibat luapan air sungai terpanjang di Jawa itu.

"Daerah-daerah di Jawa Timur yang dilewati Sungai Bengawan Solo, mulai dari Ngawi, Madiun, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, hingga Surabaya, juga akan dilanda banjir," kata Soekarwo.

Menurut dia, berdasarkan pantauan kondisi air di sepanjang aliran Bengawan Solo saat ini sudah mencapai titik kritis. Permukaan air sudah mulai menyentuh bibir tanggul Bengawan Solo. "Memang saat ini belum terjadi banjir, tapi sungai Bengawan Solo sudah penuh dengan air."

Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk mengeruk seluruh daerah aliran Bengawan Solo serta di beberapa pintu air, ujarnya, namun upaya-upaya tersebut tidak akan berarti jika volume air yang mengalir dari hulu Bengawan Solo sangat besar.

"Kami sudah perintahkan untuk melakukan manajemen pintu air yang baik, mesti diawasi secara ketat selama 24 jam, harus dipastikan kapan pintu air perlu dibuka dan kapan ditutup," kata gubernur.

Banjir di Jawa Timur juga melanda daerah lain seperti Bondowoso, Situbondo dan Pasuruan, karena luapan sungai-sungai besar di daerah tersebut. Untuk mengatasi banjir di Situbondo, katanya, pintu air di Pembangkit Listrik Tenaga Air yang ada di daerah bisa difungsikan sebagai pengalih banjir. "Begitu juga pintu air di Ngopak, Pasuruan."

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, Sudarmawan, menjelaskan saat ini telah ditetapkan 29 daerah rawan banjir dan tanah longsor di antaranya Jember, Lumajang, Pasuruan, Situbondo, Bondowoso, Malang, Bojonegoro, Kediri, Trenggalek, Pacitan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, serta beberapa daerah di Madura.

Sementara itu korban banjir di Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, membutuhkan pasokan pangan, peralatan dapur, dan air bersih. Menurut Sekda Kabupaten Belu, Petrus Bere, warga mulai kekurangan makanan karena mereka tidak bisa beraktivitas dan banyak tanaman pertanian rusak terendam banjir dan lumpur.

Banjir setinggi satu hingga dua meter merendam sedikitnya 1.028 rumah yang mengakibatkan kerugian puluhan juta rupiah. Ribuan rumah tersebut tersebar di Desa Oanmane, Umato`os, Sikun, Lasaen dan Fafoe.

Ratusan rumah warga Kota Singkawang, Kalimantan Barat, juga terendam banjir yang meluas hingga Kabupaten Sambas, menggenangi kebun karet dan kelapa sawit milik warga. Banjir terparah terjadi di Desa Gayung Bersambut, Kecamatan Selakau Timur, Sambas. Sedikitnya 100 rumah warga terendam banjir setinggi 1,5 meter.

Sementara di Kelurahan Semelagi Kecil, Singkawang, ketinggian air terus naik mencapai dua meter. Banjir terjadi sejak lima hari lalu dan mengisolasi tempat tinggal warga, namun mereka enggan mengungsi karena alasan keamanan.


Anggaran Rp6 triliun

Secara nasional, pemerintah menyediakan anggaran untuk antisipasi bencana banjir sebesar Rp5-6 triliun pada 2012 ini. "Memang ada peningkatan dari tahun lalu yang hanya mencapai Rp4 triliun," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Mochammad Amron.

Menurut Amron, dana Rp5-6 triliun itu adalah untuk normalisasi sungai di beberapa daerah seperti di Sulawesi Selatan, Gorontalo, DKI Jakarta, serta Sungai Bengawan Solo.

"Kapasitas Bengawan Solo menurun karena sudah 40 tahun dan daya tampungnya kurang. Untuk normalisasi butuh anggaran sekitar Rp1,5 triliun dengan masa pengerjaan sekitar tiga tahun."

Juga Sungai Citarum butuh anggaran sebesar Rp800 miliar untuk normalisasi. Sementara di wilayah DKI Jakarta, terdapat tiga kali yang dinormalisasi untuk meningkatkan kapasitas tampungnya yakni Pesanggrahan, Angke, dan Sunter. Jumlah anggaran untuk tiga sungai ini Rp400-500 miliar dengan masa pengerjaan 3-4 tahun.

Di daerah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur telah menyiapkan logistik jika sewaktu-waktu diperlukan untuk penanganan banjir luapan Sungai Bengawan Solo.

Kepala Seksi Kesiapsiagaan dan Pencegahan Bencana BPBD Kabupaten Bojonegoro, Sutardjo menyebutkan, bahan-bahan logistik seperti peralatan dapur, tenda, tikar, terpal, dan alat evakuasi itu telah disiapkan di gudang BPBD dan segera dapat digunakan jika keadaan sangat darurat, terutama jika Bengawan Solo meluap.

DKI Jakarta juga telah siap menghadapi ancaman banjir awal tahun ini. Menurut Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, pihaknya sudah menyiapkan sekitar 125 pompa pengendali banjir stationer. Pompa tersebut tersebar di 64 lokasi dengan kapasitas sebesar 271,32 m3/detik.

"Pembangunan saluran KBT (Kanal Banjir Timur) juga sudah selesai sehingga 40% banjir Jakarta dapat menyusut," kata Fauzi Bowo.

Kabid Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta Tarjuki menambahkan, untuk mengantisipasi banjir pihaknya juga menggalakkan sistem peringatan dini atau early warning system.

Sistem tersebut mengandalkan empat sumber informasi tentang ancaman banjir. Pertama, prediksi cuaca dari BMKG, kedua, prediksi pasang surut di Tanjung Priok. Ketiga informasi dari pakar meteorologi, serta keempat, informasi dari petugas pemantau ketinggian air di hulu.

Saat ini ada 7 wilayah yang sudah mempunyai alat ketinggian banjir atau Peil Schall yaitu di Kali Angke, Pesanggrahan, Krukut, di Kali Ciliwung (2 alat), Cipinang, dan Sunter. Peil Scall tersebut berbentuk penggaris yang akan menjadi pengukur debit air yang berpotensi menyebabkan banjir.

"Alatnya sederhana, kayak penggaris. Kalau ketinggian airnya mencapai titik tertentu, daerah mana saja yang terkena, kalau naik lagi, mana saja yang terkena. Di samping itu ada alat pengukur curah hujan," papar Tarjuki.

Dari situ, peringatan dini akan disampaikan ke daerah-daerah yang terancam oleh banjir besar melalui alat komunikasi yang ada, termasuk menggunakan radio panggil. Saat ini pihaknya berencana menambah 10 alat lagi.

Banjir pasti datang setiap musim penghujan, jika upaya-upaya antisipasi dan penanggulangannya sudah dipersiapkan, tentunya semua pihak berharap akibat banjir tidaklah terlalu menyengsarakan para korban.

(Z002)