Keppres tentang Hari Lahir Pancasila harus dilihat sebagai upaya pemerintah dalam mengarusutamakan Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peringatan hari lahir Pancasila merupakan momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk merefleksikan diri. Sudah sejauh mana kita sebagai warga bangsa menunjukkan sikap setia kepada Pancasila.
Kesetiaan kepada Pancasila sebagai dasar negara berarti kesetiaan dan pengakuan terhadap perjuangan besar para pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan.
Para pejuang kemerdekaan itu tidak hanya berjuang melawan kolonialisme di medan perang, tetapi juga mempersembahkan hadiah istimewa berupa pedoman hidup bernegara bernama Pancasila.
Sejarah perumusan
Pancasila ialah karya besar yang digali dan dirumuskan oleh pendiri negara Indonesia. Nama Soekarno, dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari catatan sejarah, sebagai tokoh penting yang memperkenalkan dasar pemikiran (philosofische gronslag) ke dalam lima sila sebagai dasar negara.
Pemikiran itu ia kemukakan ketika dilangsungkannya rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai, Tanggal 1 Juni 1945.
Soekarno bukanlah satu-satunya tokoh yang mengemukakan dasar pemikiran untuk negara. Melainkan terdapat nama lain yang juga mengemukakan pemikirannya, seperti M. Yamin dan Supomo.
M Yamin mengemukakan pemikiran tentang asas negara pada sidang Tanggal 29 Mei 1945, sedangkan Supomo mengemukakannya Tanggal 31 Mei 1945 dan selanjutnya Soekarno pada Tanggal 1 Juni 1945.
Bila diperhatikan dari ketiga uraian yang dikemukakan oleh ketiga tokoh itu terdapat masing-masing satu kesamaan dan satu kemiripan. Kesamaannya adalah bahwa ketiganya sama-sama menuangkan pemikiran tentang dasar negara sebanyak lima poin.
Sementara kemiripannya terletak pada konten dari setiap sila tentang dasar negara. Antara Soekarno dan M Yamin, misalnya, terdapat kesamaan dalam tiga sila yang mereka kemukakan, yaitu ketuhanan, kesejahteraan dan kebangsaan.
Terkait dengan penamaan Pancasila, penulis ingin menukil pidato Soekarno sebagaimana dikutip dari Himpunan Risalah Sidang-sidang terbitan Sekretariat Negara Republik Indonesia, yang berisi:
“Saudara-saudara, dasar-dasar negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indera.”
“Apa lagi yang lima bilangannya? Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi - saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita, ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi”.
Pidato Soekarno pada Tanggal 1 Juni 1945 tersebut membuat siapapun mengakui bahwa nama Pancasila memang diucapkan pertama kali oleh Soekarno.
Tetapi kelima sila dalam Pancasila itu tidak sama redaksinya dengan Pancasila yang sekarang kita kenal. Artinya terdapat proses dan pematangan yang dilakukan pada masa-masa berikutnya.
Rumusan dasar negara yang dikenal sebagai Piagam Jakarta juga merupakan kelanjutan perumusan dari sejak sidang pertama BPUPKI. Tetapi kemudian terdapat suatu pembahasan revisi yang ditempuh melalui mekanisme musyawarah agar dalam pengungkapan redaksional dapat mengakomodir semua latar belakang.
Jadilah kemudian Pancasila yang sampai kini terus diucapkan, baik oleh pelajar ketika upacara bendera maupun ketika peringatan hari lahir Pancasila.
Bagaimanapun keberadaan Pancasila sebagai dasar negara, jelas sangat diperlukan sebagai sumber hukum dan sekaligus pedoman kehidupan berbangsa.
Hal ini sebagaimana juga termaktub dalam pertimbangan huruf a Keppres Nomor 24 Tahun 2016 bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi, sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila tidak lahir dari inspirasi pemikir barat. Pancasila juga tidak memihak terhadap arus besar dua ideologi dunia di masa lalu, seperti liberalisme ataupun komunisme. Seorang filsuf kenamaan Inggris Bertrand Russel sampai mengemukakan kekaguman terhadap Pancasila yang dinilainya sebagai racikan kreatif dari ideologi demokrasi-liberal dan komunisme. Padahal Pancasila berdiri sendiri sebagai produk pemikiran yang digali oleh pendiri bangsa.
Pengingat dan pengikat persatuan
Pancasila dipersembahkan kepada generasi sekarang dan yang akan datang agar dipedomani sebagai pengingat abadi pentingnya menjunjung persatuan.
Hal ini karena Pancasila lahir dari perenungan yang matang, yang mewakili aspirasi dan spirit menjunjung persatuan di atas keberagaman latar belakang, baik agama, suku dan budaya bangsa Indonesia.
Tidak sedikit bangsa-bangsa di dunia yang porak poranda, terpecah dan kemudian runtuh hanya karena perbedaan yang sifatnya masih terbilang. Atau tidak terlalu kompleks seperti Indonesia. Yugoslavia hancur dan lenyap akibat gagal mengelola perbedaan etnik yang kemudian meluas menjadi konflik politik serta krisis kemanusiaan.
Kemudian sejumlah negara di Timur Tengah, seperti Suriah, Irak dan Yaman, yang harus merasakan kegetiran yang diakibatkan oleh perang saudara.
Sementara Indonesia, bukan hanya suku dan budayanya yang beragam, tetapi daratannya pun terpisah-pisah. Indonesia, bahkan memiliki tiga waktu yang berbeda. Tetapi bangsa Indonesia yang dianugerahi keragaman yang tidak terbilang ini tetap tegak berdiri.
Ini membuktikan bahwa meskipun Pancasila produk pemikiran lama, tetapi sangat teruji sebagai solusi dan pedoman yang akan selalu bersifat baru. Dengan lain perkataan, Pancasila akan selalu relevan di setiap zaman.
Bahkan, Soekarno sendiri pernah mengatakan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai yang berasal dari kebudayaan nenek moyang ini bersifat universal yang kompatibel digunakan oleh seluruh bangsa di dunia. Selamat Hari Lahir Pancasila.
*) Hasan Sadeli adalah lulusan Magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia
Baca juga: Pancasila dan cengkir kelapa