Banjir Bengawan Solo ancam hilir Jawa Timur
3 Januari 2012 00:07 WIB
Hujan deras yang mengguyur Solo sekitar enam jam menyebabkan sungai Bengawan Solo meluap dan mengakibatkan ratusan warga bantaran terpaksa mengungsi akibat rumahnya terendam banjir. (FOTO ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)
Bojonegoro, Jawa Timur (ANTARA News) - Banjir luapan Bengawan Solo mulai mengancam daerah hilir Jawa Timur, mulai Bojonegoro, Tuban, Lamongan, hingga Gresik. Banjir dari sungai terpanjang di Jawa itu terjadi di hulu Jawa Tengah, dengan ketinggian maksimal 10,24 meter terjadi di Jurug Solo, pukul 04.00 WIB Senin.
"Banjir luapan Bengawan Solo di Siolo, Jateng, akibat hujan di daerah setempat bukan dari buangan air dari Waduk Gajah Mungkur, " kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Bengawan Solo di Bojonegoro, Agus Bachtiar, Selasa.
Ia memperhitungkan, perjalanan air banjir yang terjadi di Solo, Jateng, akan merambah kawasan Bojonegoro dalam waktu 40 jam.
Berdasarkan perhitungan itu, air Bengawan Solo di Bojonegoro, mengalami peningkatan secara signifikan, Selasa (3/1) malam. Sejak pukul 04.00 WIB Senin itu, kemungkinan Bojonegoro akan meningkat ketinggian airnya pada pukul 00.00 WIB Rabu (4/1).
Menurut dia, antisipasi luapan banjir Bengawan Solo di daerah hilir, Jatim, pintu sudetan Sedayu Lawas di Lamongan, yang mampu mengalirkan air Bengawan Solo, sudah dibuka.
Dengan demikian, air Bengawan Solo, selain dialirkan melalui saluran utama, di Sembayat, Gresik, juga dibuang ke Laut Jawa, melalui sudetan sepanjang 13,4 kilometer itu.
"Dengan kondisi Bengawan Solo di hilir sekarang ini, airnya masih kosong, kemungkinan bertambahnya debit air banjir yang terjadi terkendali, sepanjang tidak terjadi hujan, " katanya, menjelaskan.
Ia mengambarkan, banjir besar pada akhir 2008 dan awal 2008, ketinggian air di Jurug, Solo, mencapai 11 meter lebih dan dalam waktu bersamaan ketinggian air di Ndungus, Ngawi, juga mencapai 11 meter lebih. Akibatnya, terjadi banjir di sepanjang daerah aliran sungai terpanjang di Jawa itu, baik di daerah hulu Jateng, juga hilir Jatim.
Sementara ini, dari laporan yang diterima ketinggian air di Jurug, Solo, berangsur-angsur turun, mencapai 7,18 meter (siaga II), Senin pukul 22.00 WIB. Dalam waktu bersamaan, ketinggian air di Ndungus, Ngawi, mencapai kisaran tujuh meter, juga sudah masuk siaga banjir.
Namun, juga dalam waktu yang bersamaan ketinggian air di Karangnongko, Kecamatan Ngraho, sekitar 70 kilometer dari hulu kota Bojonegoro, masih dibawah siaga banjir, dengan ketinggian 27,26 meter. Sedangkan ketinggian air pada papan duga di Bojonegoro, tertinggi 11, 11 meter pukul 22.00 WIB, masih dibawah siaga.
"Ketinggian air di Bojonegoro, Tuban, Lamongan hingga Gresik, sekarang ini masih dibawa siaga banjir, " ucapnya.
Meskipun demikian, jajaran instansi terkait yang menangani masalah banjir di daerah hilir, tetap diminta waspada, menghadapi ancaman banjir, setelah melihat kondisi banjir yang terjadi di Solo, Jateng. Alasannya, kalau dalam waktu bersamaan, di daerah hulur dan hilir terjadi hujan, bisa menimbulkan banjir besar.
"Yang jelas melihat perkembangan air banjir di daerah hulu Jateng, kita semua tetap harus waspada, " katanya, menegaskan. (ANT)
"Banjir luapan Bengawan Solo di Siolo, Jateng, akibat hujan di daerah setempat bukan dari buangan air dari Waduk Gajah Mungkur, " kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Bengawan Solo di Bojonegoro, Agus Bachtiar, Selasa.
Ia memperhitungkan, perjalanan air banjir yang terjadi di Solo, Jateng, akan merambah kawasan Bojonegoro dalam waktu 40 jam.
Berdasarkan perhitungan itu, air Bengawan Solo di Bojonegoro, mengalami peningkatan secara signifikan, Selasa (3/1) malam. Sejak pukul 04.00 WIB Senin itu, kemungkinan Bojonegoro akan meningkat ketinggian airnya pada pukul 00.00 WIB Rabu (4/1).
Menurut dia, antisipasi luapan banjir Bengawan Solo di daerah hilir, Jatim, pintu sudetan Sedayu Lawas di Lamongan, yang mampu mengalirkan air Bengawan Solo, sudah dibuka.
Dengan demikian, air Bengawan Solo, selain dialirkan melalui saluran utama, di Sembayat, Gresik, juga dibuang ke Laut Jawa, melalui sudetan sepanjang 13,4 kilometer itu.
"Dengan kondisi Bengawan Solo di hilir sekarang ini, airnya masih kosong, kemungkinan bertambahnya debit air banjir yang terjadi terkendali, sepanjang tidak terjadi hujan, " katanya, menjelaskan.
Ia mengambarkan, banjir besar pada akhir 2008 dan awal 2008, ketinggian air di Jurug, Solo, mencapai 11 meter lebih dan dalam waktu bersamaan ketinggian air di Ndungus, Ngawi, juga mencapai 11 meter lebih. Akibatnya, terjadi banjir di sepanjang daerah aliran sungai terpanjang di Jawa itu, baik di daerah hulu Jateng, juga hilir Jatim.
Sementara ini, dari laporan yang diterima ketinggian air di Jurug, Solo, berangsur-angsur turun, mencapai 7,18 meter (siaga II), Senin pukul 22.00 WIB. Dalam waktu bersamaan, ketinggian air di Ndungus, Ngawi, mencapai kisaran tujuh meter, juga sudah masuk siaga banjir.
Namun, juga dalam waktu yang bersamaan ketinggian air di Karangnongko, Kecamatan Ngraho, sekitar 70 kilometer dari hulu kota Bojonegoro, masih dibawah siaga banjir, dengan ketinggian 27,26 meter. Sedangkan ketinggian air pada papan duga di Bojonegoro, tertinggi 11, 11 meter pukul 22.00 WIB, masih dibawah siaga.
"Ketinggian air di Bojonegoro, Tuban, Lamongan hingga Gresik, sekarang ini masih dibawa siaga banjir, " ucapnya.
Meskipun demikian, jajaran instansi terkait yang menangani masalah banjir di daerah hilir, tetap diminta waspada, menghadapi ancaman banjir, setelah melihat kondisi banjir yang terjadi di Solo, Jateng. Alasannya, kalau dalam waktu bersamaan, di daerah hulur dan hilir terjadi hujan, bisa menimbulkan banjir besar.
"Yang jelas melihat perkembangan air banjir di daerah hulu Jateng, kita semua tetap harus waspada, " katanya, menegaskan. (ANT)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2012
Tags: