Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Achsanul Qosasih, mengatakan, inisiatif pemerintah melalui Bank Indonesia untuk membuat perjanjian mata uang langsung dengan Malaysia dinilai tidak efektif, justru akan merugikan Indonesia dalam bidang perdagangan
"Saya menilai, rencana membuat perjanjian mata langsung dengan Malaysia tentu sangat merugikan Indonesia," kata Achsanul di Jakarta, Minggu.
Ia menyebutkan, salah satu kerugian yang akan dialami Indonesia adalah dari sisi volume perdagangan kedua negara. Malaysia, menurut politisi Partai Demokrat itu, dilihat dari jumlah penduduknya yang sekitar 36 juta jiwa, tentunya akan berpengaruh pada volume perdagangan.
Begitu juga bila dilihat dari jumlah wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia jauh lebih sedikit dibanding kunjungan wisatawan Indonesia yang ke Malaysia.
"Transaksi itu lebih banyak ke Malaysia karena jumlah penduduknya yang sedikit dan jumlah wisatawannya juga tidak banyak. Kalau diberlakukan perjanjian itu, sudah pasti Indonesia sangat dirugikan," kata Achsanul.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Halim Alamsyah mengatakan, saat ini Indonesia baru memiliki perjanjian mata uang langsung dengan Cina. ''Pemerintah kini sedang mengkaji kemungkinan melakukan hal serupa dengan Negeri Jiran (Malaysia)," ujar dia.
Menurut dia, perjanjian mata uang langsung akan membawa dampak positif pada sektor perdagangan. Selain tidak terlalu bergantung pada dolar Amerika Serikat, selisih kurs yang besar bisa dihindari.
Lazimnya, kata dia, ketika perdagangan dilakukan antara dua negara, pihak-pihak yang terlibat terkadang mengonversikan kembali mata uang yang didapat ke dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Hal ini membuat mata uang tersebut amat dominan dalam ekonomi global. (zul)
Perjanjian mata uang langsung dengan Malaysia bisa merugikan
2 Januari 2012 21:43 WIB
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Achsanul Qosasih. (FOTO ANTARA/Ismar Patrizki)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2012
Tags: