Mantan Kadis ESDM Tanah Bumbu akui bersalah terjerat gratifikasi
30 Mei 2022 18:24 WIB
Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo hadir secara daring dalam sidang lanjutan perkara gratifikasi pengalihan izin tambang, di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (30/5/2022). ANTARA/Firman
Banjarmasin (ANTARA) - Mantan Kepala Dinas ESDM Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, mengaku bersalah dan menyesal karena menerima uang pinjaman dari mantan Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara, yang berujung dirinya terjerat perkara gratifikasi.
"Saya menyesal dan merasa bersalah, Yang Mulia," ucap terdakwa Raden Dwidjono saat sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin.
Terdakwa mengatakan hal itu saat hadir secara daring dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banjarmasin. Dia secara khusus meminta kepada Majelis Hakim diberikan kesempatan menyampaikan rasa penyesalan tersebut sesaat setelah Ketua Majelis Hakim Yusriansyah membuka persidangan.
Menanggapi hal itu, Majelis Hakim mengaku sudah mencatatnya dan akan menjadi pertimbangan pihaknya dalam putusan akhir nantinya.
Sidang hari ini seharusnya beragendakan pembacaan tuntutan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung. Namun tim JPU yang diwakili Adi Suparna
mengaku belum siap dengan tuntutannya sehingga sidang ditunda.
Yusriansyah sempat menyayangkan ketidaksiapan JPU tersebut dalam menyusun berkas tuntutan. Untuk itu, dia meminta JPU, agar pada Senin (6/6) pekan depan tuntutan terhadap terdakwa bisa dibacakan.
"Tanggal 6 Juni 2022 tidak bisa ditawar-tawar lagi. Jadi tanggal 13 Juni 2022 (sidang) pembelaan dari terdakwa," tegasnya.
Dalam perkara gratifikasi tersebut, terdakwa Raden Dwijono didakwa JPU Kejaksaan Agung menerima suap atau hasil gratifikasi pengalihan izin tambang senilai Rp27,6 miliar yang disamarkan dalam bentuk utang dari mantan Direktur PT PCN Henry Soetio (alm).
Ia dihadapkan dengan sejumlah dakwaan alternatif, antara lain, Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Saya menyesal dan merasa bersalah, Yang Mulia," ucap terdakwa Raden Dwidjono saat sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin.
Terdakwa mengatakan hal itu saat hadir secara daring dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banjarmasin. Dia secara khusus meminta kepada Majelis Hakim diberikan kesempatan menyampaikan rasa penyesalan tersebut sesaat setelah Ketua Majelis Hakim Yusriansyah membuka persidangan.
Menanggapi hal itu, Majelis Hakim mengaku sudah mencatatnya dan akan menjadi pertimbangan pihaknya dalam putusan akhir nantinya.
Sidang hari ini seharusnya beragendakan pembacaan tuntutan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung. Namun tim JPU yang diwakili Adi Suparna
mengaku belum siap dengan tuntutannya sehingga sidang ditunda.
Yusriansyah sempat menyayangkan ketidaksiapan JPU tersebut dalam menyusun berkas tuntutan. Untuk itu, dia meminta JPU, agar pada Senin (6/6) pekan depan tuntutan terhadap terdakwa bisa dibacakan.
"Tanggal 6 Juni 2022 tidak bisa ditawar-tawar lagi. Jadi tanggal 13 Juni 2022 (sidang) pembelaan dari terdakwa," tegasnya.
Dalam perkara gratifikasi tersebut, terdakwa Raden Dwijono didakwa JPU Kejaksaan Agung menerima suap atau hasil gratifikasi pengalihan izin tambang senilai Rp27,6 miliar yang disamarkan dalam bentuk utang dari mantan Direktur PT PCN Henry Soetio (alm).
Ia dihadapkan dengan sejumlah dakwaan alternatif, antara lain, Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pewarta: Firman
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022
Tags: