Soal Suni-Syiah, umat harus utamakan dialog
30 Desember 2011 21:17 WIB
Pengungsi Syiah Sejumlah perempuan dan anak-anak pengikut aliran Syiah berada di tempat pengungsian di lapangnan tenis indoor, Sampang, Madura, Jatim, Jumat (30/12). Sekitar 200 pengungsi berhasil dievakuasi pihak keamanan setelah pesantren beraliran Syiah di tiga lokasi dan dua desa, dibakar massa pada Kamis (29/12). Diperkirakan pengikut aliran tersebut sebanyak 500 orang. (FOTO ANTARA/Saiful Bahri)
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Keislaman dari Muhammadiyah, Zamahsari, meminta umat Islam harus mengutamakan dialog dalam menyikapi perbedaan Suni dengan Syiah agar tidak sampai meledak, seperti kasus penyerangan dan pembakaran pesantren milik jamaah Syiah di Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur.
"Dialog adalah jalan yang paling tepat untuk mengatasi perbedaan," kata Wakil Rektor bidang Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) itu di Jakarta, Jumat.
Pihaknya, lanjut dia, mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama agama. Warga yang mengaku Sunni melakukan penyerangan dan pembakaran madrasah dan rumah pimpinan Syiah.
Ia menyatakan, kampus-kampus Muhammadiyah, termasuk Uhamka menyiapkan generasi muda menjadi kader bangsa yang tidak hanya berpikiran cerdas, tetapi juga memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
"Kami menyelenggarakan pelatihan leadership minimal 50 kali per tahun di luar perkuliahan. Ini terkait komitmen kami membangun Indonesia yang tercerahkan," katanya.
Uhamka, seperti halnya Muhammadiyah, lanjut dia, menerapkan konsep Islam Rahmatan lil alamin dan melakukan gerakan Good Social Responsibility melalui pengabdian dan pemberdayaan masyarakat serta membangun karakter, seperti KH Ahmad Dahlan.
Menurut dia, hanya dengan mengedepankan dialog, suatu masyarakat yang memiliki perbedaan budaya dan kepercayaan bisa hidup damai berdampingan.
Ia mengimbau para ulama dari kedua pihak tidak mengajak massanya melakukan hal-hal anarki di luar hukum, bisa menghormati perbedaan yang ada dan menganjurkan toleransi dan kerukunan.
Sebanyak 351 jiwa yang terdiri dari 167 kepala keluarga dari kelompok Islam Syiah terpaksa harus mengungsi, akibat kerusuhan yang terjadi di Sampang, Madura, Kamis (29/12).
(T.D009/Y008)
"Dialog adalah jalan yang paling tepat untuk mengatasi perbedaan," kata Wakil Rektor bidang Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) itu di Jakarta, Jumat.
Pihaknya, lanjut dia, mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama agama. Warga yang mengaku Sunni melakukan penyerangan dan pembakaran madrasah dan rumah pimpinan Syiah.
Ia menyatakan, kampus-kampus Muhammadiyah, termasuk Uhamka menyiapkan generasi muda menjadi kader bangsa yang tidak hanya berpikiran cerdas, tetapi juga memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
"Kami menyelenggarakan pelatihan leadership minimal 50 kali per tahun di luar perkuliahan. Ini terkait komitmen kami membangun Indonesia yang tercerahkan," katanya.
Uhamka, seperti halnya Muhammadiyah, lanjut dia, menerapkan konsep Islam Rahmatan lil alamin dan melakukan gerakan Good Social Responsibility melalui pengabdian dan pemberdayaan masyarakat serta membangun karakter, seperti KH Ahmad Dahlan.
Menurut dia, hanya dengan mengedepankan dialog, suatu masyarakat yang memiliki perbedaan budaya dan kepercayaan bisa hidup damai berdampingan.
Ia mengimbau para ulama dari kedua pihak tidak mengajak massanya melakukan hal-hal anarki di luar hukum, bisa menghormati perbedaan yang ada dan menganjurkan toleransi dan kerukunan.
Sebanyak 351 jiwa yang terdiri dari 167 kepala keluarga dari kelompok Islam Syiah terpaksa harus mengungsi, akibat kerusuhan yang terjadi di Sampang, Madura, Kamis (29/12).
(T.D009/Y008)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011
Tags: