PGRI Sulteng: Mitigasi bencana mesti diajarkan sesuai kerawanan daerah
27 Mei 2022 20:36 WIB
Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar di tenda sekolah darurat SD Inpres Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (22/10/2018). Pemerintah dan sejumlah BUMN menyediakan tenda untuk digunakan sebagai sekolah darurat bagi para pelajar yang sekolahnya terdampak akibat bencana di Palu pada 28 September 2018. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/aww.
Palu (ANTARA) - Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Syam Zaini menyatakan pendidikan mitigasi bencana mesti diajarkan di seluruh satuan pendidikan berdasarkan tingkat kerawanan suatu daerah terhadap potensi bencana yang mengancam.
Menurutnya, kurang tepat jika pendidikan mitigasi terhadap suatu bencana diseragamkan di satuan pendidikan di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulteng.
"Ada daerah yang rawan gempa, ada daerah yang rawan banjir dan ada daerah yang rawan longsor. Bahkan, ada daerah yang rawan ketiga-tiganya. Makanya, perlu pemetaan kerawanan bencana di setiap daerah, sehingga pendidikan mitigasi bencananya berdasarkan kerawanan bencana di daerah itu," katanya di Palu, Jumat.
Baca juga: Ketua DPD-RI ingatkan pentingnya mitigasi bencana alam di Sulteng
Baca juga: BPBD Sulteng tetap gencar sosialisasi mitigasi bencana alam
Ia mencontohkan Kota Palu rawan dengan gempa, apalagi setelah dilanda gempa bermagnitudo 7,4 yang disusul tsunami dan likuefaksi pada tahun 2018. Maka, pendidikan mitigasi bencana yang mesti diajarkan oleh guru kepada peserta didik di sekolah-sekolah di Palu adalah pendidikan mitigasi dari bencana tersebut.
"Oleh karena itu, saya mendorong Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) agar menyediakan standar operasional prosedur (SOP) pendidikan mitigasi bencana berdasarkan potensi bencana yang mengancam daerah di Sulteng," ujarnya.
Syam menjelaskan pendidikan mitigasi bencana di sekolah sangat penting diajarkan kepada seluruh peserta didik, mengingat seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulteng rawan bencana alam, terutama gempa bumi, banjir dan tanah longsor, termasuk bencana non-alam seperti konflik antarwarga. "Selama ini beberapa sekolah sudah melakukan pembelajaran mitigas bencana, baik yang sampaikan saat guru sedang memberikan materi mata pelajaran maupun dalam kegiatan simulasi di sekolah," kata Syam.
Syam menambahkan pendidikan mitigasi bencana bertujuan agar peserta didik dan guru memiliki bekal dalam memitigasi diri, anggota keluarga dan warga di lingkungan sekitarnya dari ancaman bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Baca juga: Bencana alam dikhawatirkan meningkatkan jumlah penduduk miskin
Menurutnya, kurang tepat jika pendidikan mitigasi terhadap suatu bencana diseragamkan di satuan pendidikan di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulteng.
"Ada daerah yang rawan gempa, ada daerah yang rawan banjir dan ada daerah yang rawan longsor. Bahkan, ada daerah yang rawan ketiga-tiganya. Makanya, perlu pemetaan kerawanan bencana di setiap daerah, sehingga pendidikan mitigasi bencananya berdasarkan kerawanan bencana di daerah itu," katanya di Palu, Jumat.
Baca juga: Ketua DPD-RI ingatkan pentingnya mitigasi bencana alam di Sulteng
Baca juga: BPBD Sulteng tetap gencar sosialisasi mitigasi bencana alam
Ia mencontohkan Kota Palu rawan dengan gempa, apalagi setelah dilanda gempa bermagnitudo 7,4 yang disusul tsunami dan likuefaksi pada tahun 2018. Maka, pendidikan mitigasi bencana yang mesti diajarkan oleh guru kepada peserta didik di sekolah-sekolah di Palu adalah pendidikan mitigasi dari bencana tersebut.
"Oleh karena itu, saya mendorong Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) agar menyediakan standar operasional prosedur (SOP) pendidikan mitigasi bencana berdasarkan potensi bencana yang mengancam daerah di Sulteng," ujarnya.
Syam menjelaskan pendidikan mitigasi bencana di sekolah sangat penting diajarkan kepada seluruh peserta didik, mengingat seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulteng rawan bencana alam, terutama gempa bumi, banjir dan tanah longsor, termasuk bencana non-alam seperti konflik antarwarga. "Selama ini beberapa sekolah sudah melakukan pembelajaran mitigas bencana, baik yang sampaikan saat guru sedang memberikan materi mata pelajaran maupun dalam kegiatan simulasi di sekolah," kata Syam.
Syam menambahkan pendidikan mitigasi bencana bertujuan agar peserta didik dan guru memiliki bekal dalam memitigasi diri, anggota keluarga dan warga di lingkungan sekitarnya dari ancaman bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Baca juga: Bencana alam dikhawatirkan meningkatkan jumlah penduduk miskin
Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: