Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak Kepala Polri memecat polisi yang menembak warga hingga tewas saat membubarkan demonstrasi di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat.

"Pelaku harus dipecat," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj usai acara Refleksi Akhir Tahun 2011 di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa.

PBNU juga mendesak Kapolri memperingatkan anak buahnya agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.

PBNU meminta pemerintah mengembalikan lagi ruh Polri sebagai polisi rakyat yang melindungi dan mengayomi masyarakat tanpa pamrih.

"Kejadian di Bima bisa terjadi karena Polri keluar dari ruhnya sebagai polisi rakyat, mereka tidak bekerja sebagaimana mestinya melindungi dan mengayomi masyarakat," tegasnya.

Dia memaparkan bahwa Polri terbentuk dari polisi rakyat sehingga sudah semestinya mengutamakan kepentingan masyarakat, sebaliknya dewasa ini polisi terkesan lebih mengutamakan pihak yang memberikan "bayaran" lebih.

Said Aqil menilai polisi perlu direformasi total, termasuk proses rekrutmen yang antinepotisme dan suap, selain memperbaiki kurikulum pendidikan kepolisian.

Sementara itu Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH NU) Andi Najmi Fuadi menilai Kapolri harus bertanggung jawab dalam kasus penembakan warga Bima.

"Artinya ini ada yang salah dalam sistem kepolisian kita, dan itu harus diubah. Sejalan dengan perbaikan sistem, akan lebih baik dibarengi dengan pergantian pimpinan di kepolisian," ujarnya.

Andi mengkritik pembelaan polisi yang berlindung di balik kata "protap" (prosedur tetap), apalagi penyusunan protap, masyarakat sebagai pihak yang akan bersinggungan langsung dengan itu sama sekali tidak dilibatkan.

"Itu protap mereka dan selalu saja itu yang dijadikan alasan pembenaran. Itu kan tidak adil, apalagi masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan protap," katanya.

S024/C004