Gaya natalan orang Betawi
24 Desember 2011 22:49 WIB
Sejumlah umat Kristiani menggunakan kopiah dan baju koko ketika beribadah pada misa pertama di Gereja Kampung Sawah, Bekasi, Jabar, Kamis (24/12). (FOTO ANTARA/Saptono)
Bekasi (ANTARA News) - Warga Betawi, baik yang beragama Islam maupun Kristen, memiliki berbagai tradisi atau cara untuk merayakan hari keagamaan, termasuk umat Kristiani yang tinggal di Kampung Sawah, Jati Melati, Pondok Melati, Pondok Gede, Bekasi.
Sekretaris Dewan Pengurus Gereja Katolik Santo Servatius-Paroki Kampung Sawah Eko Praptanto mengatakan, walaupun warga Betawi asli hanya 20 persen, budaya Betawi masih dilakukan warga kampung sawah. Warga kampung sawah berasal dari Suku Betawi, Jawa, Batak, Kalimantan dan Flores. "Budaya Betawi masih kita pertahankan, termasuk ke anak-anak," katanya.
Eko mengatakan bahwa perayaan Ekaristi beradat Betawi lebih terasa bagi anak-anak karena ada tablo natal (semacam drama) yang diiringi lagu-lagu asli Betawi. Sementara itu, misa pada malam ini, hanya dilihat dari tampilan fisik, yaitu jemaat laki-laki memakai baju koko dan kopiah, sementara jemaat perempuan memakai kebaya.
Eko mengatakan, "Proses inkulturasi budaya adalah perintah dari keuskupan Vatikan. Paus Johannes Paulus II dalam Konsili Vatikan II memerintahkan gereja Katolik seluruh dunia untuk mengadopsi unsur-unsur budaya setempat atau tradisi setempat ke dalam tradisi gereja."
Ia lantas mencontohkan tradisi "Sedekah Bumi". Acara yang diadakan setiap 13 Mei ini sebagai wujud rasa syukur warga setempat atas hasil bumi Kampung Sawah. Mereka membuat makanan--sebagian besar berupa dodol--, lantas membagikan kepada masyarakat yang tidak mampu.
Namun, menurut salah seorang dari jemaat, Jacobus Napiun, budaya Betawi tidak menjadi keharusan dalam setiap perayaan agama. "Saya lebih memilih makanan yang praktis ketimbang makanan tradisional, seperti dodol, karena orang sekarang pada sibuk kerja. Jadi, lebih suka praktis," kata Jacobus yang tinggal di Kampung Sawah itu sejak 55 tahun lalu.
Jacobus juga tidak melakukan budaya pemberian uang kepada anak-anak atau saudara. "Tidak harus uang 'kan. Saya pasti membelikan baju dan celana baru kepada anak-anak," katanya. (adm)
Sekretaris Dewan Pengurus Gereja Katolik Santo Servatius-Paroki Kampung Sawah Eko Praptanto mengatakan, walaupun warga Betawi asli hanya 20 persen, budaya Betawi masih dilakukan warga kampung sawah. Warga kampung sawah berasal dari Suku Betawi, Jawa, Batak, Kalimantan dan Flores. "Budaya Betawi masih kita pertahankan, termasuk ke anak-anak," katanya.
Eko mengatakan bahwa perayaan Ekaristi beradat Betawi lebih terasa bagi anak-anak karena ada tablo natal (semacam drama) yang diiringi lagu-lagu asli Betawi. Sementara itu, misa pada malam ini, hanya dilihat dari tampilan fisik, yaitu jemaat laki-laki memakai baju koko dan kopiah, sementara jemaat perempuan memakai kebaya.
Eko mengatakan, "Proses inkulturasi budaya adalah perintah dari keuskupan Vatikan. Paus Johannes Paulus II dalam Konsili Vatikan II memerintahkan gereja Katolik seluruh dunia untuk mengadopsi unsur-unsur budaya setempat atau tradisi setempat ke dalam tradisi gereja."
Ia lantas mencontohkan tradisi "Sedekah Bumi". Acara yang diadakan setiap 13 Mei ini sebagai wujud rasa syukur warga setempat atas hasil bumi Kampung Sawah. Mereka membuat makanan--sebagian besar berupa dodol--, lantas membagikan kepada masyarakat yang tidak mampu.
Namun, menurut salah seorang dari jemaat, Jacobus Napiun, budaya Betawi tidak menjadi keharusan dalam setiap perayaan agama. "Saya lebih memilih makanan yang praktis ketimbang makanan tradisional, seperti dodol, karena orang sekarang pada sibuk kerja. Jadi, lebih suka praktis," kata Jacobus yang tinggal di Kampung Sawah itu sejak 55 tahun lalu.
Jacobus juga tidak melakukan budaya pemberian uang kepada anak-anak atau saudara. "Tidak harus uang 'kan. Saya pasti membelikan baju dan celana baru kepada anak-anak," katanya. (adm)
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2011
Tags: