Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan menyatakan neraca transaksi berjalan yang tercatat surplus sebesar 0,2 miliar dolar AS atau 0,1 persen dari PDB pada kuartal I-2022 telah menunjukkan keseimbangan eksternal Indonesia yang tetap terjaga.

“Ini kinerja yang sangat baik mengingat banyak risiko yang dihadapi seperti lonjakan harga minyak dunia akibat eskalasi tensi geopolitik yang menekan neraca perdagangan migas,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu di Jakarta, Selasa.

Surplus neraca transaksi berjalan itu menurun karena kenaikan harga minyak dunia yang menyebabkan defisit di sektor migas, sedangkan neraca perdagangan nonmigas tetap kuat dibanding periode sama tahun sebelumnya.

Baca juga: Kemenkeu: Surplus neraca perdagangan sinyal ekonomi RI kuat

Surplus neraca perdagangan nonmigas tercatat sebesar 17 miliar dolar AS, sedangkan neraca perdagangan migas tercatat defisit sebesar 5,9 miliar dolar AS.

Penurunan surplus neraca transaksi berjalan disebabkan oleh jasa keuangan dan jasa perjalanan seiring pemulihan ekonomi dan peningkatan perjalanan sekaligus wisata nasional ke luar negeri yang mempengaruhi neraca jasa.

Untuk memperbaiki kondisi defisit migas, pemerintah berupaya membangun kapasitas industri hulu migas sehingga posisi neraca berjalan akan menguat.

Dari sisi neraca transaksi modal dan finansial (TMF) terjadi peningkatan aliran dana masuk neto investasi langsung ke sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor lainnya dibanding kuartal sebelumnya.

Ini merupakan bentuk optimisme investor terhadap prospek pemulihan ekonomi domestik seiring penanganan pandemi yang efektif dan iklim investasi yang terus terjaga.

Baca juga: Kemenkeu pantau stabilitas harga untuk kontrol inflasi RI

Kinerja positif ini membantu mempersempit defisit TMF menjadi 1,7 miliar dolar AS atau 0,5 persen dari PDB.

Sementara neraca pembayaran Indonesia (NPI) menunjukkan kinerja yang relatif baik meski mencatatkan defisit sebesar 1,8 miliar dolar AS.

Posisi cadangan devisa pada Maret 2022 tercatat sebesar 139,1 miliar dolar AS atau setara dengan kebutuhan pembiayaan impor dan utang luar negeri pemerintah selama tujuh bulan.

Baca juga: Kemenkeu kurangi penerbitan utang sebesar Rp100 triliun pada tahun ini

Baca juga: Kemenkeu: Devisa berkurang 2,2 miliar dolar akibat larangan ekspor CPO