Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR dari FPDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan peringatan Hari Ibu ke-83 pada (22/12) harus dimaknai sebagai hari antidiskriminasi dan antipemiskinan terhadap kaum perempuan di Indonesia.

"Apa peringatan Hari Ibu itu masih relevan dan penting? Karena faktanya perempuan masih menjadi korban diskriminasi masyarakat dan negara sehingga status perempuan masih memprihatinkan," kata Eva dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, seseorang menjadi perempuan bukan pilihan, tapi mau jadi perempuan yang bagaimana itu merapakan keputusan politik.

"Ada perempuan yang memilih jadi bagian dari penyelesaian masalah perempuan, tapi ada yang memilih menjadi bagian dari persoalan. Pilihan yang pertama itulah, yang menjadi latar belakang Kongres Perempuan pada 22-25 Desember 1928," kata Eva.

Oleh karena itu, katanya, politik pembangunan yang tidak responsif terhadap perempuan saat ini ditengarai mengakibatkan penurunan perekonomian di pedesaan yang dapat menggiring para perempuan menjadi TKW.

Selain itu, kata Eva, kebijakan reformasi keamanan masyarakat juga dinilai salah arah, sehingga mengakibatkan sejumlah perempuan menanggung resiko jadi korban perkosaan di sejumlah tempat, termasuk di angkutan umum.

Eva mengatakan, keberadaan sejumlah perda yang bernuansa keagamaan tertentu juga dinilai mengurangi hak sipil dan ekonomi kaum perempuan.

"Jadi arti Hari Ibu adalah melawan diskriminasi dan pemiskinan secara universal. Hari Ibu adalah tonggak munculnya kesadaran dan aksi politik perempuan sabagai warga negara Indonesia," demikian Eva Kusuma Sundari.(*)