Jakarta (ANTARA) - Kasubdit Penindakan Pelanggaran (Dakgar) Subdit Penegakan Hukum (Gakkum) Korlantas Polri Kombes Polri Made Agus mengatakan implementasi sistem electronic traffic law enforcement (ETLE) mobile akan berbeda di setiap wilayah, karena disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.

“Masing-masing daerah punya karakteristik masing-masing,” kata Made saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan ada tiga jenis ETLE yang diterapkan Polri, yakni ETLE statis yang permanen di tempatkan di persimpangan atau titik-titik blackspot (rawan kecelakaan) atau rawan pelanggaran, kemudian ETLE portabel yang bisa dipakai dalam situasi tertentu untuk kepentingan tertentu.

Jenis yang ketiga, yakni ETLE mobile, yang dalam penggunaannya bisa bergerak ke mana saja, berpindah ke mana saja selama menggunakan ponsel.

“Yang sudah mempunyai ETLE mobil yang berada di perangkat kendaraan roda empat mobil patroli itu di Sumatera Selatan, dan di Jawa Timur masih dilakukan riset,” katanya.

Adapun penerapan ETLE mobile menggunakan kamera ponsel ada di Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan Kota Samarinda di Provinsi Kalimantan Timur.

Baca juga: Polri kembangkan layanan digital ELTE Nasional presisi tahap II

“Untuk Polda Metro Jaya bisa ditanyakan ke Ditlantas Polda Metro Jaya. Karena masing-masing daerah punya karakteristik masing-masing,” katanya.

Menurut dia, dalam penerapan ETLE mobile ini, Korlantas hanya sebagai kebijakan strategis, memberikan asistensi.

“Munculnya ETLE mobile menggunakan telepon genggam (ponsel) itu merupakan hasil riset dari wilayah-wilayah yang sudah memenuhi standar dan izin dari Korlantas Polri sehingga bisa diterapkan terhadap daerah yang memang belum terjangkau ETLE statis,” katanya.

Inovasi ETLE mobile yang dijalankan di setiap daerah akan diaudit dan di asesmen oleh Korlantas Polri sebagai pengendali mutu. Setiap inovasi tersebut harus menggunakan satu rumah aplikasi, yakni ETLE nasional.

“Sehingga mekanismenya sama, standarnya sama, prosedurnya sama dan luarannya juga sama. Jadi intinya adalah ETLE itu bisa digunakan di perangkat mobile atau handphone,” kata Made.

ETLE mobile diterapkan untuk menindak pelanggaran yang bersifat tematik seperti tidak pakai helm, melawan arus, parkir tidak pada tempatnya, dan digunakan secara mobile untuk tempat-tempat yang tidak terjangkau oleh ETLE statis.

Baca juga: ETLE dan pembuktian kerja Kapolri

Gambar pelanggaran yang diambil dari ETLE mobile yang menggunakan ponsel diambil secara profesional oleh anggota Lantas yang memiliki kualifikasi. Tidak bisa menggunakan foto yang diambil oleh masyarakat. Karena gambar yang diambil oleh petugas nantinya bisa dijadikan sebagai bukti untuk dipakai di pengadilan.

“Tidak sembarangan anggota Polantas yang bisa memfoto. Jadi anggota itu sudah dididik, dikuatkan kapasitas SDM nya, kalau masyarakat juga enggak boleh. Kan keabsahannya itu dari mana dapatnya. Karena ini akan harus dibuktikan di pengadilan, sebagai bukti elektronik,” jelasnya.

Petugas yang menggunakan perangkat ETLE mobile memiliki kualifikasi sebagai penyidik dan penyidik pembantu.

“Jadi dia (petugas) punya otoritas khusus sesuai dengan sprint (surat perintah) dari Kasatlantasnya untuk melakukan pengambilan gambar menggunakan perangkat elektronik yang memang di dalamnya sudah jelas lokasinya. Kemudian, jam peristiwa pelanggarannya jam berapa, kemudian ada langitude latitudenya (garis lintang-garis bujur) itu jelas semuanya,” kata Made.

Nantinya, kata dia, gambar pelanggaran yang telah diambil petugas dikirim ke back office (admin) atau Command Center yang ada di tingkat polres maupun polda, langsung diproses untuk kemudian diterbitkan surat tilang.

"Jadi nanti tidak ada petugas yang meng-capture itu, mengirim (surat tilang) sendiri. Itu melalui mekanisme kontrol dari back office (admin) atau command center, sehingga tidak ada penyimpangan daripada anggota yang ada di lapangan,” ujarnya.

Baca juga: Kapolri: Tilang elektronik cegah penyalahgunaan wewenang