Jakarta (ANTARA News) - Anggota Badan Pengawas Pemilu Wirdyaningsih mengatakan bantuan sosial sering kali digunakan sebagai kedok untuk melakukan politik uang dalam pemilihan kepala daerah.

"Bantuan sosial (bansos) ini sebenarnya politik uang, bansos diberikan sehari sebelum pemilihan, apa dalihnya memberi bansos kalau itu dilakukan seharai atau dua hari sebelum pemilihan," katanya di Jakarta, Selasa.

Modus ini seringkali dilakukan mereka yang memiliki jabatan dalam pemerintahan. "Tidak hanya mereka yang incumbent (kepala daerah yang mencalonkan diri kembali), tapi juga yang memiliki jabatan di pemerintahan," katanya.

Para pejabat, menurut dia, menggunakan kewenangannya dan jabatannya untuk membuat kebijakan bantuan sosial kepada masayarakat. "Tapi kita tidak tahu, apakah dana bansos itu dari APBN atau ada juga dari pasangan calon," katanya.

Menurut dia, modus bantuan sosial ini sulit dijerat dengan politik uang karena definisi politik uang sesuai UU no32/2004 hanya dibatasi pada tindakan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya agar memilih atau tidak memilih pasangan calon tertentu.

"Ini menjadi kesulitanya, misalnya saat memberikan bantuan sosial, kapasitasnya sebagai pejabat untuk memberikan bantuan itu, sambil mengatakan ingat, jangan lupa ya, ini kan kata bersayap untuk memilih dirinya," katanya.

Untuk itu, menurut dia, seharusnya perlu adanya definisi yang lebih ketat mengenai politik uang. "Ini definisi perlu diperketat," katanya. Selain itu juga memperketat aturan bagi para pejabat yang ikut dalam pemilihan kepala daerah.

Ia menambahkan, politik uang tidak hanya terjadi masa pemilihan saja, namun juga terjadi sejak pra pemilihan, mulai dari pelolosan pasangan calon kepala daerah.

Ia mengatakan dalam pemilihan kepala daeraha selama 2011 ini, pihaknya setidaknya menemukan 367 kasus politik uang.
(T.M041/Z002)