Surabaya (ANTARA News) - Penasihat hukum Bank Indonesia (BI) Safari Kasiyanto SH LLM menyatakan bahwa BI mengizinkan rekening terduga teroris dibuka untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan oleh aparat kepolisian.

"Nggak apa-apa (dibuka), karena rahasia bank itu ada prosedurnya, rekening siapa yang dibuka dan siapa yang meminta dibuka itu," kata penasihat hukum bidang Moneter dan Sistem Pembayaran BI itu disela "Sosialisasi UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana" di Surabaya, Senin.

Ia mengemukakan hal itu setelah berbicara dalam "Sosialisasi UU Transfer Dana" yang digelar Universitas Surabaya dengan pembicara lain yakni Kepala Satgaswil Antiteror Polda Jatim AKP Suwasis, Prof Dr Nyoman Serikat Pura Jaya SH MH (Guru Besar Undip) dan Dr Sudiman Sidabukke SH CN MHum (dosen FH Ubaya).

Menurut Safari Kasiyanto, BI memiliki peraturan pembukaan rahasia bank yang mengatur pejabat yang boleh membuka rekening seseorang untuk tujuan tertentu, namun peraturan itu pun masih memungkinkan untuk dikaji lagi secara substansial.

"Yang jelas, rekening teroris itu biasanya bersifat `post` atau bisa dibuka setelah kejadian untuk bukti pendukung bagi polisi, sedangkan bila bersifat `pra` atau sebelum kejadian akan sulit diketahui tujuannya, tapi bisa saja dibuka atas permintaan orang tertentu," katanya.

Ia mengaku tidak memiliki data tentang rekening yang diduga digunakan teroris itu, tapi rekening yang dicurigai itu bisa saja angkanya mencapai Rp50 juta ke atas, seperti dilakukan BCA yang memblokir 2.000-an rekening milik nasabah selama kurun 2009-2010, karena dicurigai untuk penipuan, seperti kuis atau SMS.

Mengenai kepastian hakim bisa menggunakan bukti elektronik dalam persidangan terkait bukti dari pembukaan rekening terduga teroris, ia menilai pelaksanaan di lapangan memang tidak seragam, meski UU ITE sudah menerima bukti elektronik sebagai bukti sah dalam persidangan.

"Hakim yang tidak bisa menerima bukti elektronik itu karena banyak di antara hakim yang masih konvensional, tapi UU ITE sudah mengatur soal itu, bahkan Ketua MK Prof Mahfud MD sudah menunjukkan bahwa telekonferensi itu dapat dijadikan bukti dalam persidangan," katanya.

Namun, katanya, UU Transfer Dana dibuat bukan hanya untuk memantau transfer dana yang mencurigakan saja, sebab banyak transfer dana legal yang juga perlu perlindungan, sebab transfer dana yang sekarang bersifat internasional itu memungkinkan terjadi salah kirim atau pengiriman tidak sampai.

"UU Transfer Dana itu penting, karena transfer dana sekarang cukup tinggi berkaitan dengan perkembangan transfer secara elektronik, bahkan setiap bulan bisa terjadi transfer dana hingga Rp5.000 triliun," katanya.

Sementara itu, Kepala Satgaswil Antiteror Polda Jatim AKP Suwasis menegaskan bahwa teror bom selama kurun 2000-2009 memiliki banyak pola teror dan pola transfer dana yang beragam.

"Pola teror yang ada antara lain teror bom ala militer, perampokan/pembunuhan, penembakan pejabat, penyerangan kantor polisi, bom sepeda pancal, bom masjid, bom gereja, dan sebagainya, bahkan tahun 2010 ada pejabat kepolisian yang menjadi target mereka untuk membesarkan kelompoknya," katanya.

Untuk pola transfer dana, katanya, antara lain transfer perbankan dan donatur langsung, seperti ABB di Aceh yang merupakan donatur langsung. "Yang jadi masalah, pembuktian untuk penyandang dana itu sulit, apalagi BI juga kadang nggak mau memberikan kesempatan kepada kami untuk membukanya," katanya.

(ANTARA)