Denpasar (ANTARA News) - Alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali di Bali untuk berbagai kepentingan pembangunan, terutama bidang pariwisata, mengancam perkembangan pariwisata Pulau Dewata di masa mendatang.
"Alih fungsi lahan yang tidak terkendali itu diperparah dengan ketidaktegasan aparat dalam mengatur penggunaan sepadan pantai," kata Guru Besar Universitas Udayana, Prof Dr I Wayan Windia, di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, alih fungsi lahan selama periode 2005-2010 mencapai 5.000 hektare atau setiap tahunnya rata-rata 1.000 hektare.
Penggunaan lahan pertanian secara berlebihan memang membuat sektor pariwisata berkembang pesat, bahkan pembangunan vila di berbagai pelosok pedesaan dengan fasilitas seperti hotel berbintang cukup marak.
Akibatnya, menurut dia, daerah ini sudah jenuh dan rusak akibat beban pembangunan yang terlalu berat.
Menurut hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan SCETO, konsultan pariwisata dari Prancis tahun 1975, daerah tujuan wisata Pulau Bali seharusnya maksimal memiliki 24.000 kamar hotel berbintang untuk menjaga keseimbangan daya dukung Bali.
Namun kenyataannya di Bali kini telah dibangun 70.000 kamar hotel berbintang atau tiga kali lipat daya dukung yang ada, di samping ratusan bahkan ribuan vila yang fasilitasnya hampir sama dengan hotel berbintang. Karena itu, Bali sudah saatnya melakukan moratorium terhadap pembangunan fisik terkait kepentingan pariwisata.
Menurut dia, pariwisata Bali jangan lagi dikembangkan atau disentuh.
Selain itu, kata Prof Windia, kondisi Bali kini sudah tercemar, terbukti beberapa lokasi air sumur tercemar air laut, di samping pencemaran akibat sampah.
Untuk itu Prof Windia berharap Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Mari Elka Pangestu mampu mengembangkan sektor pariwisata secara
merata di seluruh daerah di Tanah Air seperti halnya pariwisata Bali.
(I006/A027)
Alih fungsi lahan di Bali tak terkendali
17 Desember 2011 09:43 WIB
Pulau Dewata, Bali. (istimewa)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011
Tags: