Jakarta (ANTARA) - Lembaga kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai kebijakan pemerintah mencabut larangan ekspor crude palm oil (CPO) yang disampaikan Presiden Joko Widodo merupakan langkah strategis dalam memulihkan perekonomian nasional.

“Kami mengapresiasi langkah pemerintah dalam mendengarkan masukan dari berbagai pihak untuk membatalkan kebijakan pelarangan ekspor CPO. Walaupun begitu, pemerintah juga perlu fokus pada pembenahan tata niaga minyak goreng supaya pasokan terjaga dan harganya dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat," kata Kepala Penelitian CIPS Felippa Ann Amanta dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Felippa menambahkan langkah ini sangat diperlukan untuk memitigasi risiko krisis pangan di tingkat global. Harga CPO di pasar internasional melonjak sejak akhir 2021 dan terus meningkat seiring krisis Rusia dan Ukraina serta kebijakan larangan ekspor oleh Indonesia.

Indonesia memasok sekitar 60 persen dari total pasokan CPO dunia. Berkurangnya pasokan CPO di pasar internasional berdampak pada banyak negara dan juga upaya pemulihan ekonomi.

Menurut Felippa, pencabutan pelarangan ekspor diharapkan turut berperan dalam pemulihan ekonomi, baik nasional maupun global.

"Indonesia adalah eksportir utama CPO, dengan nilai ekspor CPO sekitar 35 miliar dolar AS di tahun 2021," katanya.

Selain itu, ekspor produk olahan CPO juga cukup signifikan di kisaran 3 miliar dolar AS. Pendapatan dari cukai ekspor digunakan untuk program-program BPDPKS, termasuk program peremajaan dan pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Dalam jangka panjang, lanjut Felippa, pemerintah perlu memperhatikan peningkatan permintaan CPO baik untuk minyak goreng, biodiesel, maupun produk olahan lainnya di Indonesia maupun di tingkat global.

Dia mengatakan bahwa setelah pencabutan larangan ekspor CPO, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah serta subsidi untuk minyak goreng curah perlu dikaji ulang. Pengenaan HET akan membuat pedagang enggan melepas stoknya ke pasar untuk minyak curah dan memperbesar terjadinya kelangkaan.

Data Indeks Bulanan Rumah Tangga (BuRT) yang dimiliki CIPS menunjukkan harga minyak goreng kemasan masih terpantau tinggi, namun pasokan terjaga. Di bulan Desember 2021, harganya mencapai Rp20.667 per liter. Harga kemudian turun menjadi Rp19.555 dan Rp14.000 di bulan Januari dan Februari tahun ini, namun terjadi kelangkaan di pasar. Harga Rp14.000 per liter didapat karena penerapan HET.

Pencabutan HET membuat harga kembali ke kisaran Rp18.505 di bulan Maret dan semakin melambung mencapai Rp26.360 di bulan April. Di bulan Mei, data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) mencatat harga masih berkisar Rp25.000 hingga Rp26.000 per liter.

Baca juga: Ekonom sarankan pemerintah distribusikan minyak goreng lewat Bulog
Baca juga: 3.000 PKL dan pemilik warung di Denpasar terima dana BTPKLW-Migor
Baca juga: Airlangga ungkap alasan pemerintah cabut larangan ekspor minyak goreng