Pakar: polisi gunakan kekerasan, itu teror publik
16 Desember 2011 10:29 WIB
Warga Mesuji membeberkan kasus sengketa lahan yang berujung penggusuran Nopember lalu, dan dugaan pelanggaran HAM. Mereka meminta perlindungan kepada Komnas HAM. (FOTO ANTARA/M Agung Rajasa)
Gorontalo (ANTARA News) - Sosiolog dari Universitas Negeri Gorontalo, Funco Tanipu, menilai kekerasan yang diduga dilakukan polisi adalah teror publik.
Dia mengemukakan itu merujuk rentetan kekerasan dan pelanggaran HAM di berbagai penjuru tanah air, serta kasus pembantaian warga Mesuji, Lampung.
"Kasus ini menunjukkan bahwa aparat secara terang-terangan sudah keluar dari jalur untuk menjaga keamanan dan ketertiban negara," katanya, Jumat.
Dalam kasus itu, katanya, aparat keamanan tidak lagi hadir sebagai pelindung, tetapi malah menjadi penyebar terror ketakutan terhadap masyarakat.
Dia meminta Polri harus berbenah diri, sementara Kapolri mesti mengevaluasi kultur institusi yang dia pimpin, mulai dari rekrutmen, pendidikan, penjenjangan karir, hingga kesejahteraan aparatnya.
"Yang paling penting adalah membenahi struktur yang telah mengakar di tubuh Polri yakni sistem yang permisif terhadap penggunaan kekerasan, permisif terhadap pelanggaran HAM juga yang agak permisif terhadap perilaku korup," katanya.
Funco menyebut kultur tersebut telah memberi anggota Polri peluang untuk terbiasa mempraktikkan kekerasan dengan dalih keamanan.(*)
KR-SHS/M009
Dia mengemukakan itu merujuk rentetan kekerasan dan pelanggaran HAM di berbagai penjuru tanah air, serta kasus pembantaian warga Mesuji, Lampung.
"Kasus ini menunjukkan bahwa aparat secara terang-terangan sudah keluar dari jalur untuk menjaga keamanan dan ketertiban negara," katanya, Jumat.
Dalam kasus itu, katanya, aparat keamanan tidak lagi hadir sebagai pelindung, tetapi malah menjadi penyebar terror ketakutan terhadap masyarakat.
Dia meminta Polri harus berbenah diri, sementara Kapolri mesti mengevaluasi kultur institusi yang dia pimpin, mulai dari rekrutmen, pendidikan, penjenjangan karir, hingga kesejahteraan aparatnya.
"Yang paling penting adalah membenahi struktur yang telah mengakar di tubuh Polri yakni sistem yang permisif terhadap penggunaan kekerasan, permisif terhadap pelanggaran HAM juga yang agak permisif terhadap perilaku korup," katanya.
Funco menyebut kultur tersebut telah memberi anggota Polri peluang untuk terbiasa mempraktikkan kekerasan dengan dalih keamanan.(*)
KR-SHS/M009
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011
Tags: