Belitung (ANTARA) - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno mengangkat produk sedotan ramah lingkungan saat memberi sambutan di atas podium forum internasional, forum High-Level Thematic Debate on Tourism Sidang Umum PBB, New York.

Peristiwa itu pun dibagikan Sandiaga lewat media sosialnya. Tampak di video, Sandiaga membawa satu kotak yang berisi sedotan ramah lingkungan itu dan dengan bangga menyampaikan bahwa Indonesia bisa menjadi pionir, mengganti sedotan plastik dengan sedotan yang ramah lingkungan.

Siapa sangka, sedotan yang tampil di depan negara-negara anggota PBB tersebut terbuat dari rumput liar yang tumbuh di pinggir-pinggir jalan Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung.

Adalah Hartati (43), pemilik Purunea, yang terinspirasi untuk mengangkat tanaman liar purun menjadi produk yang bernilai tambah dan dapat menjadi solusi untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Hartati mengenal purun sebagai tumbuhan yang digunakan untuk tali pengikat oleh nenek moyangnya di Belitung. Dengan tekstur memanjang dan kuat, Tati kemudian mencoba berinovasi untuk menjadikan purun sebagai sebuah produk yang memiliki nilai tambah tinggi.

Karena bentuknya yang memanjang, Tati pun terpikir untuk membuat purun menjadi sedotan. Untuk itu, Tati mulai meriset untuk mengetahui bagaimana purun perlu diperlakukan untuk bisa menjadikannya sedotan yang laik pakai.

Menurut Tati, purun merupakan tumbuhan dengan karakter kuat, bagus, dan tidak mudah bocor. Purun yang berbuku-buku di bagian dalam, seperti bambu, dinilai aman digunakan sebagai alat makan atau minum.

Kendati demikian, menyulap bahan baku alam sebagai sebuah produk bernilai tambah bukanlah hal mudah. Namun, Tati tak patah arang. Ia bersama suaminya terus melakukan pencarian agar purun benar-benar dapat digunakan dengan aman sebagai sedotan.

Setelah satu tahun melakukan riset dan pengembangan, Tati pun yakin untuk mulai memperkenalkan Purunea sebagai merek sedotan ramah lingkungan berbahan dasar tumbuhan pada 2019.

Saat itu, Tati menggunakan barang modal seadanya, mulai dari kompor untuk merebus, hingga oven untuk mengeringkan. Ia bahkan membuat sendiri alat potong purun yang digunakannya.

Di awal produksinya, Purunea mendapat sambutan baik dari pasar. Tati pun mengajak ibu-ibu yang tinggal di sekitar rumahnya untuk bekerja membuat sedotan ramah lingkungan itu.

Dari tangan-tangan 13 pegawainya itu, tak kurang dari 13.000 batang sedotan diproduksi Tati untuk dipasarkan dari rumah ke rumah.

Sayangnya, pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia membuat pesanan Purunea merosot drastis hingga 6.000 batang per hari. Namun, Tati meyakini bahwa produk yang sangat bermanfaat itu akan kembali bersinar.

Baca juga: Kemendag ungkap empat strategi Gernas BBI untuk pulihkan ekonomi

Baca juga: Kemendag resmikan In Store Promotion produk Bangka Belitung


Produksi

Untuk mendapat produk sedotan yang berkualitas, Tati sangat memperhatikan proses produksi dari hulu hingga ke hilir. Mulai dari pemilihan bahan baku hingga pengemasan.

Tati menyampaikan, purun yang dipilih untuk dijadikan sedotan berasal dari ladang purun di pinggir jalan yang usianya sudah matang atau berumur sekitar tiga hingga empat bulan.

Selain itu, purun yang akan digunakan dipangkas dan bukan dicabut, sehingga sisa tumbuhannya masih dapat tumbuh dan digunakan kembali. Dengan demikian, purun yang dipangkas tidak mengalami kerusakan.

Selanjutnya, purun tersebut dibersihkan dari dedaunan yang melekat untuk kemudian dipotong-potong dengan panjang sesuai kebutuhan konsumen. Kemudian dibersihkan bagian dalamnya yang berbuku-buku dengan menggosok-gosok sampai bersih.

Lalu, untuk menjaga kebersihannya, purun pun dicuci sikat satu per satu, kemudian direbus, dijemur, dikeringkan menggunakan oven, dan terakhir dilakukan penyinaran dengan sinar ultraviolet.

Setelah selesai diproses, selanjutnya dilakukan penyortiran kualitas untuk kemudian dikemas ke dalam dus kotak yang telah disediakan dengan isi 25 batang dan 50 batang.

Tati bersyukur, ia tak pernah menyerah dengan pandemi. Karena upayanya tersebut membuat Purunea semakin dikenal secara luas baik di dalam maupun luar negeri. Saat ini, produksi Purunea mulai naik kembali menjadi 10.000 batang per hari.

Baca juga: KemenkopUKM optimis 30 juta UMKM bakal "go digital" tahun 2024

Baca juga: Menko Teten sebut 18,5 juta UMKM sudah masuk ekosistem digital




Ilustrasi - pengerjaan sedotan ramah Purunea Eco Straw (ANTARA/Sella Panduarsa Gareta)


Promosi dan Gernas BBI

Tati mengaku tak pernah menyangka bahwa produk besutannya dapat tampil di forum internasional, Sidang Umum PBB. Menurut Tati, hal tersebut merupakan dukungan nyata dari pemerintah kepada pelaku usaha kecil menengah (UKM) nasional untuk semakin maju.

Tati menyampaikan, Menparekraf menunjukkan ketertarikannya terhadap Purunea Eco Straw sejak pertama kali ia perkenalkan ketika Sandiaga melakukan kunjungan kerja ke Belitung.

Saat itu, Sandiaga bahkan langsung memesan 100 box Purunea Eco Straw untuk dikirim ke Jakarta. Sejak saat itu, Tati merasa mendapat dukungan penuh dari pemerintah.

Suatu hari, Tati pun diminta untuk mengirim 10 box produk Purunea ke Menteri Sandiaga, karena akan dibawa ke New York. Selang beberapa hari setelah ia kirimkan produk tersebut, iapun mendapat kiriman-kiriman video Menteri Sandiaga saat memperkenalkan Purunea di podium Sidang Umum PBB, New York.

Selain merasa bahagia, Tatipun terharu karena produk asli buatan putri Belitong dapat diperkenalkan kepada masyarakat internasional.

Dukungan lainnya yang juga dirasakan Tati adalah saat ia diminta mengikuti Program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) bertajuk Cahaya Bangka Belitung.

Tati menyampaikan, Gernas BBI adalah wujud dari dukungan Pemerintah Indonesia untuk memperkenalkan produk-produk UKM yang potensial.

Dari mengikuti program tersebut, Tati mendapat pelatihan tentang cara mengelola modal, meningkatkan produktivitas, dan memajukan bisnis.

Ia berharap, Gernas BBI membuat masyarakat Indonesia semakin mencintai produk buatannya sendiri. Dengan demikian, masyarakat global akan semakin percaya dengan kualitas produk-produk Indonesia.

Adapun salah satu pelanggan setia Purunea yakni sebuah restoran di Belitung bernama The Well Belitung. Co Owner The Well Belitung Aryaesa Nugrahua Latuihamallo mengaku, produk buatan Purunea sejalan dengan nilai perusahaan yang dianut, yakni melindungi bumi.

Menurut Arya, mengganti sedotan plastik dengan sedotan Purunea adalah salah satu cara yang dilakukan The Well untuk mewujudkan.

Purunea dinilai memiliki kualitas yang sangat baik, karena lebih kuat dibandingkan sedotan yang terbuat dari kertas, di mana sedotan kertas cenderung lebih cepat hancur jika didiamkan dalam minuman.

Selain itu, sedotan Purunea juga merupakan produk asli Belitung yang tidak menghasilkan sampah, karena akan hancur dengan sendirinya dalam kurun waktu yang relatif cepat dibandingkan plastik.

Restoran yang berlangganan Purunea sejak awal berdiri tersebut berharap, Tati dapat terus berinovasi untuk menciptakan produk-produk berbahan dasar rumput purun dengan lebih kreatif dan sesuai dengan kebutuhan pasar.

Baca juga: Sandiaga ingatkan K/L jangan PHP, realisasi beli produk dalam negeri

Baca juga: Kemenparekraf harap jenama lokal kian populer di tengah musim belanja