"Stunting masih menjadi problem di Jawa Tengah, maka tim ini saya harap bisa mempercepat penurunan stunting. Setelah dilantik, saya minta harus segera kerja," katanya di Semarang, Kamis, usai melantik Tim Penurunan Stunting Jawa Tengah.
Tim itu terdiri atas berbagai sektor seperti BKKBN, Dinas Kesehatan serta dinas lain di Semarang.
Menurut dia kerja paling utama dari tim penurunan tengkes adalah mendata ibu hamil, apalagi Jateng sudah memiliki Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5Ng) yang bisa digunakan untuk membantu proses pendataan itu.
"Seluruh orang hamil harus didata, dilakukan assesment, apakah mereka punya masalah atau tidak. Kalau bermasalah, langsung dilakukan tindakan intervensi," katanya.
Berdasarkan teori, kata dia, setiap perempuan yang mengandung, sebanyak 20 persen diantaranya bermasalah sehingga tugas utama tim ini adalah mencari yang bermasalah itu untuk kemudian dilakukan tindakan penanganan.
"Selain tindakan intervensi, kandungan bermasalah ini juga harus didampingi. Bisa dari BKKBN, pemerintah, mengajak perguruan tinggi dengan Program One Student One Client dan lainnya, termasuk menggandeng Dasawisma, PKK hingga Babinsa-Babhinkamtibmas untuk membantu," katanya.
Setelah pendataan selesai, maka kerja kedua dari tim penurunan tengkes adalah edukasi pada masyarakat.
Orang nomor satu di Jateng itu menyebut banyak hal yang harus diedukasi, termasuk persiapan pernikahan, soal gizi, kesejahteraan, akses kesehatan dan lainnya.
"Dengan tim ini, saya berharap pencegahan stunting bisa dilakukan makin dini. BKKBN juga sudah punya program, tiga bulan sebelum nikah mereka dicek kesehatannya. Kalau semua sehat, Insya Allah bisa mencegah stunting, tinggal kita 'improve' dan lakukan perbaikan terus menerus," kata Ganjar Pranowo.
Sekda Jateng Sumarno menambahkan, tim percepatan penurunan tengkes dibentuk mulai dari tingkat provinsi hingga tingkat desa.
"Tim percepatan penurunan stunting memiliki tugas pokok yaitu mengoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting secara efektif, konvergen, dan terintegrasi, dengan melibatkan lintas sektor di Provinsi Jateng," katanya.
Presiden Joko Widodo menargetkan angka prevalensi turun menjadi 14 persen pada 2024 mendatang, sedangkan data dari Studi Status Gizi Indonesia mencatat, angka stunting di Jateng pada tahun 2021 sebesar 20 persen.
Oleh karena itu kerja sama lintas sektor harus bergerak secara konvergen, disertai dengan manajemen pengelolaan tim yang baik.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain, pendampingan seribu hari pertama kehidupan dan keluarga berisiko stunting, perubahan perilaku masyarakat, edukasi kepada remaja, pendampingan dan pemeriksaan calon pengantin, pemeriksaan ibu hamil dan bayi usia di bawah dua tahun, serta menjaga kebersihan lingkungan dan sanitasi.
Baca juga: BKKBN: Jateng masuk kasus "stunting" berprevalensi tinggi Indonesia
Baca juga: Stunting dan TBC prioritas penanganan Kemenkes di Jateng
Baca juga: Tim UI lakukan penelitian kasus tengkes di Temanggung-Jateng
Baca juga: Kades se-Jateng didorong gunakan dana desa untuk atasi "stunting"