Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Indonesia Financial Group (IFG) Robertus Billitea mengatakan tingkat literasi keuangan masyarakat yang rendah menjadi salah satu penyebab penetrasi asuransi di Indonesia masih minim.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi atau perbandingan polis asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia baru mencapai 3,18 persen pada 2021.

"Ketika berpikir risiko kehidupan masa depan, baik kesehatan, properti dan lain-lain, itu butuh terus-menerus penyadaran atau literasi yang kuat bahwa asuransi menjadi sangat penting," kata Robertus dalam Konferensi Pers terkait IFG International Conference di Jakarta, Rabu.

Secara rinci, penetrasi asuransi asuransi jiwa di Indonesia baru mencapai 1,19 persen, asuransi umum 0,47 persen, asuransi sosial 1,45 persen, dan asuransi wajib 0,08 persen dengan angka densitas asuransi sebesar Rp 1,82 juta.

Sementara, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan baru sebesar 38,03 persen dengan tingkat literasi asuransi baru mencapai 19,4 persen.

Pada saat yang indeks inklusi keuangan Indonesia mencapai sebesar 76,19 persen.

"Kami melihat secara umum, hal ini menjadi salah satu penyebab di mana penetrasi industri asuransi terhadap PDB belum berkembang jika dibandingkan beberapa negara," kata Robertus.

Akibat literasi yang rendah, oleh agen pemasar, asuransi dianggap sebagai produk yang harus terjual alih-alih produk yang wajib dimiliki masyarakat sebagai proteksi dari kerugian saat kejadian tidak terduga.

Karena itu, industri asuransi memiliki tantangan untuk mengembangkan produk asuransi yang lebih beragam dan menjaga kualitas produknya.

"Pastikan bahwa kita bisa memberikan produk yang beragam kepada market, kepada konsumen, sekaligus menjaga kualitas dari semua produk-produk asuransi yang kita berikan. Dengan demikian secara bertahap, penetrasi di sektor ini akan terus meningkat," papar dia.

Industri asuransi diperkirakan akan tumbuh sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja perbankan kepada industri manufaktur dan properti disebut akan mendukung penjualan asuransi untuk menjamin kredit maupun proyek infrastruktur tersebut.

"Ketika kredit bank disalurkan kepada sektor riil, harapan kita akan mendorong pertumbuhan ekonomi, mendorong pertumbuhan sektor bisnis atau riil. Di sini asuransi berperan untuk mitigasi credit risk," tandasnya.

Baca juga: IFG: Penguatan industri asuransi turunkan bunga surat utang negara
Baca juga: Untuk jadi negara maju, pasar keuangan RI harus 400 persen dari PDB
Baca juga: Askrindo luncurkan aplikasi DigiAsk 4.0 tingkatkan penetrasi ritel