Jakarta (ANTARA) - Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Papua, Nahria, mengatakan, kebebasan pers saat ini sedang menghadapi berbagai tantangan di era digital baik faktor eksternal dan internal pers itu sendiri.

“Namun tantangan itu tidak menghentikan pers menegakkan jurnalisme yang berkualitas, baik secara industri maupun komersial,” ujar dia, dalam diskusi kebebasan pers di era digital yang diselenggarakan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta secara virtual, Rabu.

Kebebasan pers, lanjut dia, harus diperjuangkan dengan tanggung jawab untuk memperoleh dan menyajikan berita yang benar kepada publik karena kebebasan pers bukan hanya untuk kepentingan jurnalis tetapi juga berkaitan dengan hak-hak asasi publik untuk mendapatkan informasi yang baik, kata dia.

Baca juga: Kontribusi media dalam hadapi pandemi dan ancaman kebebasan pers

“Kita menghadapi tantangan kebebasan pers di era digital khususnya di Papua. Kemunculan media sosial yang masif. Banjir informasi selain ada pergeseran motivasi saat membuat media.

Kemudian, munculnya kekerasan terhadap jurnalis/media dalam bentuk baru (doxing, flyer, peretasan situs berita, penyebaran data pribadi di medsos). “Munculnya media siluman dan tidak terverifikasi (menggunakan ranah blogspot atau WordPress). Serta regulasi pers yang belum efektif bagi media online,” kata dia.

Ia mengatakan kebebasan pers di daerah yang rawan konflik seperti di Papua belum berjalan secara baik.

Baca juga: Dewan Pers gandeng SAFEnet-APIK-AJI pertajam Kode Etik Jurnalistik

"Bentuk tindak kekerasan yang dialami jurnalis di Papua pada 2021-2022 itu berupa kekerasan seksual berbasis jenis kelamin, ancaman, teror dan intimidasi," kata dia. Berdasarkan data dari Dewan Pers, nilai indeks kebebasan pers di Papua pada 2021 adalah 68,87 dan ada di ranking ke-33 dari 34 provinsi.

Mengutip Reporters Without Borders, skor indeks kebebasan pers Indonesia pada 2022 adalah 49,27 (kurang bebas). Dengan ini, Indonesia ada di peringkat ke-117 dari 180 negara yang diteliti. Pada 2021, skor indeks kebebasan pers Indonesia 62,6 dan ada di peringkat ke-113 dari 180 negara.

Sementara itu potret kebebasan pers di Indonesia versi Dewan Pers cukup bebas. Pada 2021, skor indeks kebebasan pers nasional pada 2021 adalah 76,02. Pada 2020, skor indeks kebebasan pers nasional yaitu 75,27.

Baca juga: Pengamat: Kekerasan terhadap jurnalis ancaman serius kebebasan pers

Ia mengatakan perjalanan mewujudkan kebebasan pers sehingga benar-benar menjadi bagian tak terpisahkan dari tatanan masyarakat berbangsa dan bernegara membutuhkan waktu yang panjang dan dihadapkan pada berbagai tantangan dan hambatan.

Terlebih lagi pada posisi jurnalis di era digital seperti saat ini di mana industri pers kian berkembang di tengah kepungan informasi yang membludak dan tantangan-tantangan digital yang beraneka ragam yang harus disikapi secara profesional sehingga dapat menjamin masyarakat memperoleh informasi yang berkualitas.

“Dengan era digital ini muncul jurnalisme warga, adanya warga ini ada efisiensi tenaga kerja yang terjadi di sektor jurnalistik,” kata dia.

Ia mengatakan era digital memberikan sesuatu yang potensial dalam memajukan kebebasan berekspresi, masyarakat menjadi bebas dalam berekspresi dan membagikan pengalaman melalui media sosial. “Era digital memberikan kemudahan akses informasi,” kata dia.

Baca juga: PFI dorong sinergi polisi dan jurnalis demi tekan kasus intimidasi