Jakarta (ANTARA) - Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodawardhani menegaskan kerja sama KSP dengan pihak lain dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum.

Hal itu berkaitan dengan polemik terkait legitimasi Pasal 38(2) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2019 tentang KSP, yang mengatur pelaksanaan kerja sama KSP dengan pihak lain dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga tersebut.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Jaleswari menjelaskan pasal tersebut pada prinsipnya merupakan kodifikasi praktik kerja sama KSP dengan berbagai mitra, dengan tujuan mempercepat pelaksanaan tugas dan fungsi KSP.

"Ini artinya pelaksanaan pasal tersebut mengedepankan asas legalitas dari perspektif hukum administrasi negara dan kepentingan nasional dari perspektif politik kelembagaan," kata Jaleswari.

Pelaksanaan pasal tersebut juga melalui berbagai mekanisme kontrol, di antaranya tidak boleh merugikan kepentingan negara dan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dia menambahkan kerja sama KSP dengan pihak lain tidak lepas dari pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Serupa lembaga non-struktural lainnya, KSP pun tidak lepas dari pengawasan lembaga negara, seperti Badan Pemeriksa Keuangan," tambahnya.

Baca juga: Moeldoko terima mahasiswa Trisakti bahas kasus dugaan pelanggaran HAM

Dia menjelaskan praktik seperti yang tercantum dalam pasal tersebut bukanlah praktik yang asing dalam kelembagaan sebelumnya.

Dalam konteks unit kepresidenan, lanjutnya, Perpres Nomor 54 Tahun 2009 tentang Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP), yang ditetapkan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, juga menggunakan rumusan pasal serupa.

Pasal terkait dalam Perpres tersebut menyebutkan pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi UKP-PPP bersumber dari APBN dan sumber lain yang sah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal tersebut juga menyebutkan Kepala UKP-PPP dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka pengawasan dan pengendalian pembangunan, yang tidak dibiayai dari APBN, sepanjang tidak merugikan keuangan negara, dan dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Moeldoko terima asosiasi petani sawit bahas larangan ekspor CPO