Jakarta (ANTARA News) - Gerakan "Sejuta Data Budaya” diluncurkan, di Jakarta, Senin, yang bertujuan untuk mengumpukan referensi yang memadai mengenai budaya Indonesia, yang berfungsi untuk proteksi, penelitian kebudayaan dan pengembangan ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan sosial, kata Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief, dalam acara peluncuran gerakan nasional ini.

Dalam keterangan tertulisnya, Andi Arief mengharapkan, Gerakan Sejuta Data Budaya bisa menjadi awal dari revolusi sains dan transformasi sosial dan ekonomi, dalam menghadapi kembali potensi bencana-bencana besar yang dulu pernah menenggelamkan peradaban-peradaban besar di Indonesia.

"Penyusunan 'databased' budaya dapat menjadi langkah revitalisasi budaya ke arah mitigasi bencana alam. Presiden mengapresiasi semangat dan kerja nyata dari para peneliti dari Bandung Fe Institute, IACI dan pihak-pihak lain yang telah menggali potensi Budaya Indonesia. Pemerintah bersedia memfasilitasi para peneliti untuk melanjutkan penelitianya supaya menjadi hasil yang dapat dimanfaatkan guna meningkatkan kehidupan sosial masyarakat," katanya.

Andi Arief juga mengucapkan terimakasih kepada para tokoh yang berkontribusi pada pelucuran gerakan itu, antara lain Laksma Christina Rantetana dari Kementerian Polhukam, Dr Moeryati Soedibyo, Prof Zaidan, Hokky Situngkir, Taufik Razen, Dr Lily dari FIB UI, Dr Subandono dari KKP, Dr Budiarto dari BPPT, Dr Soeroso dari Setditjen Sejarah Purbakala, Dr Paonganan dari IMI, Dona Agnesia, Siti Zahara Awam SH MBA, para peneliti dari BFI, IACI, Acro Batik, dll.

Gerakan tersebut diinisiasi oleh Indonesia Archiphipelagi Cultural Initiative (IACI) yang dimotori Bandung Fe Insitute (BFI). Andi menyatakan pihaknya telah melakukan koordinasi dan mendapatkan paparan dari berbagai pihak dalam kaitan pendataan budaya di Indonesia. Tujuanya, untuk mengetahui sejarah kebencanaan Indonesia dari berbagai ragam budaya Indonesia, seperti pada cerita-cerita rakyat, lagu daerah, motif dan ukiran pada kain dan bangunan, serta arsitektur dan lainnya.

Sejauh ini BFI dan IACI telah melakukan pendataan sekitar 15 ribu data artefak budaya dan sedikitnya telah menghasilkan 24 karya penelitian di level internasional. Penelitian ini memanfaatkan perkembangan terbaru dalam bidang matematika, fisika, kimia, komputer, biologi evolusioner, dan lainya.

Salah satu hasil capaian BFI dan IACI, mereka berhasil mengidentifikasi 3.000 motif batik se-Indonesia serta menemukan hubungan kekerabatan dari motif-motif tersebut dan menghasilkan sebuah 'pohon' pola batik Indonesia.

"Kami menyadari data 15 ribu artefak itu masih relatif sedikit. Ada jutaan data artefak budaya Indonesia yang belum berhasil dikumpulkan. Kondisi itulah yang mendorong kami untuk menginisiasi kegiatan dalam skala lebih luas, yakni Gerakan Sejuta Data Budaya," ujar Rolan M Dahlan dari BFI.

Gerakan Sejuta Data Budaya ini akan berlangsung selama 1 tahun hingga 13 Desember 2012. Gerakan ini tidak hanya berupa pengumpulan data budaya saja, tapi juga beberapa rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mempromosikan, mengedukasi, mempublikasikan dan meningkatkan manfaat ekonomi dari produk budaya Nusantara.

Setidaknya ada sekitar 27 hak kekayaan intelektual (Haki) milik Indonesia yang diklaim oleh pihak asing, sejak tahun 2000 hingga saat ini. Beragam pihak yang menjadi pelakunya. Mulai dari institusi negara asing, perusahaan asing hingga perorangan. Jenis budaya yang diklaim pun beragam, mulai dari alat musik, lagu, tarian, senjata tradisional, prasasti dan naskah kuno. Bahkan hingga tata cara pengobatan dan makanan khas dan minuman khas Indonesia.(*)