Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Tokoh masyarakat Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Sunting Mentas mengatakan kearifan budaya lokal dalam wujud konstruksi "rumah balai balak" harus dilestarikan dalam mengantisipasi ancaman gempa bumi.
"Wilayah Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar yaitu Pasifik dan Indo-Australia berdampak terhadap tingginya potensi bencana termasuk di wilayah NTB, sehingga diperlukan kearifan lokal seperti dalam konstruksi bangunan," katanya di Praya, Rabu.
Ia mengatakan, peran kearifan budaya lokal dalam menghadapi atau memitigasi bencana ke depan sangat penting, karena konstruksi rumah suku Sasak pada zaman dahulu dirancang tahan gempa, karena terbuat dari kayu dan bentuknya yang lancip seperti rumah tani yang memiliki teras depan dan rumah balai balak.
"Masyarakat dulu yakin bahwa rumah mereka tahan gempa, hanya saja saat ini bahan bangunan tidak sekuat dulu, sehingga sering kebakaran," katanya.
Baca juga: Komitmen Aspako kembalikan kearifan lokal hunian warga pascagempa
Baca juga: Mencermati kearifan lokal dalam membangun hunian pascagempa
Anggota DPRD Lombok Tengah itu juga mengatakan, dengan adanya kemajuan zaman dimana konstruksi rumah masyarakat telah banyak berubah pada era digitalisasi saat ini, sehingga dirinya berharap pemerintah bisa melakukan kolaborasi konstruksi bangunan supaya tidak melupakan kearifan budaya lokal yang dikenal masyarakat zaman dulu tahan gempa.
"Sekarang banyak bangunan permanen yang dibangun warga, tapi tidak tahan gempa. Walau ada gedung besar yang dibangun, harus ada kearifan budaya lokal yang bisa dikolaborasikan," katanya.
Selain itu juga, tradisi selamat laut juga sangat penting untuk terus dilestarikan dengan cara memotong kerbau warna hitam dan merah yang dipercaya sebagai tumbal untuk menolak balak.
"Meskipun hal tersebut sebagian masyarakat banyak yang menganggapnya sebagai mitos saat ini, tapi orang tua pada zaman dahulu selalu melakukan hal tersebut, sehingga warga di Kecamatan Pujut masih melakukan hal itu ketika akan membangun rumah atau gedung besar," katanya.
Kepala kerbau yang dipotong itu dipercaya untuk menolak bencana yang akan datang atau sebagai tumbal kata orang tua dulu, katanya.
Sementara itu, kearifan budaya lokal dalam menghadapi bencana alam seperti tsunami yang pernah terjadi secara tiba-tiba pada tahun 1978 itu sangat membantu masyarakat, karena tidak ada alat pengeras suara. Namun, tanda kentongan "Kul-Kul" yang terbuat dari pohon bambu atau kayu memiliki peran dalam menjaga keamanan maupun dalam menghadapi bencana alam.
"Ada tanda pukulan dari kentongan tersebut dalam mengumpulkan warga, maupun sebagai informasi dalam bencana," katanya.
Kearifan budaya lokal tersebut harus dilestarikan dan diharapkan supaya generasi penerus bangsa saat ini harus mengetahui hal tersebut, supaya mereka juga bisa mengenal budaya lokal di Lombok Tengah khususnya dan NTB pada umumnya.
"Generasi penerus kita harus diberikan informasi terkait kearifan budaya lokal yang ada," katanya.
Baca juga: Warga Sembalun Lombok terdampak gempa bangun rumah kayu
Baca juga: Rumah tahan gempa siap diterapkan di NTB
GPDRR 2022
Tokoh Masyarakat: Konstruksi rumah budaya lokal jangan dilupakan
18 Mei 2022 11:58 WIB
Tokoh masyarakat Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) H Lalu Sunting Mentas. (ANTARA/Akhyar)
Pewarta: Akhyar Rosidi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022
Tags: