Bahlil ungkap dua penyebab sistem OSS belum sempurna
18 Mei 2022 11:31 WIB
Pelaku usaha mikro kecil menengan (UMKM) mengurus izin usaha melalui layanan Online Single Submission (OSS) di Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (7/4/2022). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/hp.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan dua penyebab yang membuat sistem Online Single Submission (OSS) masih belum maksimal dan sempurna melayani perizinan usaha.
Pertama, yakni peraturan daerah sebagai syarat dikeluarkannya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagai pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Soal OSS, saya harus katakan OSS kita belum sempurna. Ada dua persoalan yang paling besar, yaitu PBG kita. PBG ini IMB sebenarnya, yang akan dikeluarkan kalau sudah ada Perda di kabupaten/kota dan provinsi. Tapi sekarang Perdanya belum dilakukan (belum ada)," kata Bahlil dalam Investment Forum "Mendorong Percepatan Investasi Berkelanjutan dan Inklusif" yang dipantau dari Jakarta, Rabu.
Guna menyiasati masalah tersebut, ada surat bersama antara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Investasi/Kepala BKPM. Dengan surat tersebut, maka daerah pun bisa menarik pajak atau pungutan meski belum ada payung hukum yang melandasinya lewat Perda.
"Surat bersama itu sebagai instrumen untuk bisa memberikan pungut karena ini menyangkut PAD (Pendapatan Asli Daerah). Alhamdulillah itu sudah bisa," katanya.
Namun, selain soal PBG, Bahlil mengungkap satu masalah lain yang juga menyebabkan OSS masih belum maksimal, yakni Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang belum semuanya masuk sistem OSS.
"Karena baru 40 kabupaten/kota yang masuk di dalam OSS. Kita harus kejar ini. Selama ini tidak bisa dilakukan, maka pasti saya yakin kondisi kita belum akan normal," katanya.
Untuk menyiasati masalah tersebut, Bahlil telah berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk membentuk tim yang bisa memberikan penanganan khusus.
"Kalau ada pengusaha-pengusaha besar yang memang butuh cepat, itu bisa langsung offline ke Kementerian Investasi supaya kita bisa beri penanganan khusus agar mereka bisa jalan. Ini biasanya (untuk) properti sama industri," katanya.
OSS berbasis risiko merupakan merupakan perwujudan dari amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), tepatnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Baca juga: Pemerintah dorong UMKM daftarkan izin usaha secara digital
Baca juga: Luhut akui OSS masih bermasalah
Baca juga: Aplikasi OSS Indonesia sudah diunduh 5 ribu kali
Pertama, yakni peraturan daerah sebagai syarat dikeluarkannya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagai pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Soal OSS, saya harus katakan OSS kita belum sempurna. Ada dua persoalan yang paling besar, yaitu PBG kita. PBG ini IMB sebenarnya, yang akan dikeluarkan kalau sudah ada Perda di kabupaten/kota dan provinsi. Tapi sekarang Perdanya belum dilakukan (belum ada)," kata Bahlil dalam Investment Forum "Mendorong Percepatan Investasi Berkelanjutan dan Inklusif" yang dipantau dari Jakarta, Rabu.
Guna menyiasati masalah tersebut, ada surat bersama antara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Investasi/Kepala BKPM. Dengan surat tersebut, maka daerah pun bisa menarik pajak atau pungutan meski belum ada payung hukum yang melandasinya lewat Perda.
"Surat bersama itu sebagai instrumen untuk bisa memberikan pungut karena ini menyangkut PAD (Pendapatan Asli Daerah). Alhamdulillah itu sudah bisa," katanya.
Namun, selain soal PBG, Bahlil mengungkap satu masalah lain yang juga menyebabkan OSS masih belum maksimal, yakni Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang belum semuanya masuk sistem OSS.
"Karena baru 40 kabupaten/kota yang masuk di dalam OSS. Kita harus kejar ini. Selama ini tidak bisa dilakukan, maka pasti saya yakin kondisi kita belum akan normal," katanya.
Untuk menyiasati masalah tersebut, Bahlil telah berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk membentuk tim yang bisa memberikan penanganan khusus.
"Kalau ada pengusaha-pengusaha besar yang memang butuh cepat, itu bisa langsung offline ke Kementerian Investasi supaya kita bisa beri penanganan khusus agar mereka bisa jalan. Ini biasanya (untuk) properti sama industri," katanya.
OSS berbasis risiko merupakan merupakan perwujudan dari amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), tepatnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Baca juga: Pemerintah dorong UMKM daftarkan izin usaha secara digital
Baca juga: Luhut akui OSS masih bermasalah
Baca juga: Aplikasi OSS Indonesia sudah diunduh 5 ribu kali
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: